PROSUMUT – Perhatian pemerintah untuk memajukan satu daerah melalui sektor pariwisata saat ini terlihat serius. Khususnya di Sumatera Utara (Sumut), Danau Toba adalah destinasi prioritas, satu dari 10 yang ditetapkan pusat sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Namun sejak ditetapkan sebagai destinasi prioritas oleh Pemerintah Pusat, kondisi di lapangan belum terlihat ada langkah besar untuk menuntaskan masalah pencemaran air Danau Toba. Baik dari limbah domestik (masyarakat), hingga yang sering dikeluhkan tentang keberadaan perusahaan di sekitar danau.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut asal Tapanuli, Juliski Simorangkir mengatakan bahwa pemerintah pusat kini tengah fokus membangun pariwista Danau Toba. Karena itu, program tersebut harus diikuti dengan upaya mengarahkan seagala pembangunan termasuk pengelolaan kawasan tersebut berwawasan wisata. Yang utama menurutnya, soal kelestarian lingkungan.
“Segala perusahan dan pihak yang menghasilkan limbah dan terindikasi mencemari Danau Toba, harus disingkirkan dari sana. Kalaupun tidak di tutup, ya pemerintah harus cari cara relokasi. Termasuk juga itu, Aquafarm dan Alegrindo, mengganggu sekali,” ujar Juliski kepada wartawan, Selasa (6/8/2019).
Menurut Juliski, keberadaan perusahaan tersebut telah membawa perubahan bagi kualitas air Danau Toba. Terlebih lagi suasana dan keindahan alam dii kawasan pegunungan. Untuk Alegrindo, disebutkannya bahwa aroma dari ternak raksasa itu tercium dari jarak jauh. Padahal tidak jauh dari sana,adalah lokai wisata penatapan yang kini ramai dikunjungi orang.
Begitu juga keberadaan keramba jaring apung (KJA), yang merusak keindahan pemandangan di Danau Toba. Karena itu, banyak yang enggan untuk mandi di danau, karena merasa ‘jijik’ setelah melihat banyaknya tempat budidaya ikan di sana.
“Sudah terlalu lama Danau Toba jadi kolam limbah raksasa. Keberadaan penghasil limbah itu sangat merugikan ekosistem yang ada. Makanya pemerintah harus tegas, kalau mau jadi pariwista, ya harus dibersihkan semua. Atau kalau memang tidak, ya bakal jadi kolam limbah,” ujar Juliski.
Untuk itu katanya, pemerintah dalam hal ini provinsi dan kabupaten yang terkait, untuk serius mendorong upaya pelestarian lingkungan di Danau Toba dan sekitarnya. Jika memang ada tenggat waktu diberikan, segera ditetapkan. Agar persoalan ini tidak terus berlarut tanpa ada solusi yang jelas dari Negara.
“Jadi tegaskan saja maunya apa, wisata atau kolam limbah? Daripada kita terus menunggu dan terus berwacana tanpa langkah konkrit bertahu-tahun. Lebih baik secapatnya ditentukan,” harapnya.
Sementara menyikapi alasan pengelolaan kotoran oleh PT Allegrindo, menurut Pengamat Lingkungan Jaya Arjuna menyatakan bahwa limbah perusahaan ternak Babi itu tidak bisa dijamin tidak mencemari air Danau Toba. Meskipun buangannya dibagikan kepada warga sekitar sebagai pupuk.
“Meski pihak Allegrindo menyatakan sudah mengolah limbah ternak babinya, tak bisa jadi jaminan sebelum ada pengujian,” ungkap Jaya Arjuna.
Dikatakan Jaya Arjuna, menguji limbah ternak babi PT Allegrindo sangat sederhana, karena limbah tersebut tergolong limbah organik dapat diuji pengolahan secara biologi, kimia dan fisika. “Dari bau limbah saja bisa diketahui apakah limbahnya sudah diolah sesuai aturan atau belum diolah. Kami tidak bisa ditipu. Kalau benar sudah diolah sesuai aturan yang ada, dibuat pertanggung jawabannya,” ujarnya.
Mantan Tim ahli pansus lingkungan DPRD Sumut itu juga menyatakan, untuk memastikan Danau Toba telah tercemar atau tidak , ada indikatornya. Caranya menguji berapa limbah yang keluar dan berapa limbah yang dikelola. Hanya saja katanya, kemungkinan Pemkab Simalungun tidak peduli.
“Padahal menguji limbaj itu sangat mudah dan sederhana. Jika ingin menguji kami siap membantu,” ujarnya lagi. (*)