PROSUMUT – Harga cabai merah mengalami kenaikan sangat tajam di akhir pekan kemarin hingga hari ini. Harga cabai merah yang sebelumnya sempat turun dikisaran level Rp 35 ribuan per kg, kini berbalik naik.
Bahkan, harganya sempat di Rp 45 ribuan per kg pada hari Minggu dan berlanjut sampai hari ini dikisaran Rp 40 ribuan per kg.
Selain itu, harga cabai rawit juga mengalami kenaikan tajam seiring dengan kenaikan harga cabai merah.
“Berdasarkan hasil penelurusan di pasar, ditemukan ternyata ada beberapa masalah di lapangan dimana hujan yang sempat mengguyur selama akhir pekan lalu menjadi pemicu memburuknya masalah distribusi cabai dari pusat produksi ke konsumen,” ungkap Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut, Gunawan Benjamin, Selasa 18 Februari 2020.
Menurut Gunawan, beberapa masalah yang ditemukan, selain petani yang enggan turun ke ladang ternyata distributor juga mendapatkan kesulitan dalam mengemas cabai tersebut. Cabai yang dikemas untuk selanjutnya dibawa ke pedagang mengalami pembusukan.
Hal ini membuat distributor cenderung membuang cabai yang busuk, dan menaikkan harga jual cabainya sendiri.
“Hal inilah yang ditenggarai sebagai pemicu memburuknya harga cabai belakangan ini. Faktor cuaca menjadi alasan membuat cabai mahal harganya,” kata Gunawan.
Meski demikian, lanjutnya, ia melihat jika nantinya curah hujan sudah berkurang dan cuaca cukup baik, maka diyakini harga cabai akan kembali mengalami pemulihan.
“Jadi, saya menilai harga cabai yang naik ini hanya bersifat sementara saja,” ucap Gunawan.
Berbeda dengan harga cabai, tambah Gunawan, harga bawang putih mengalami penurunan yang signifikan pada perdagangan hari ini.
Sejak kemarin harga bawang putih turun menjadi sekitar Rp 40 ribu per kg di pedagang pengecer. Walaupun mungkin konsumen juga mendapatkan harga bawang putih sekitar Rp 35 ribuan per kg-nya dengan kualitas yang pasti berbeda.
“Konsumen tidak perlu mengkhawatirkan adanya lonjakan harga cabai belakangan ini. Semuanya masih terkendali, dan saya yakin harga cabai akan pulih dengan segera,” pungkasnya.
Sementara, Balai Besar Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan memprediksi, memasuki pertengahan bulan Februari hingga Maret mendatang, Kota Medan dan sekitarnya telah memasuki musim kemarau. Namun begitu,curah hujan masih akan terjadi di Medan dan sekitarnya.
“Perkiraan kami, secara umum Kota Medan dan wilayah lainnya di Sumut telah memasuki musim kemarau. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada hujan sama sekali. Menurut catatan kami, hal ini masih akan berlangsung hingga bulan Maret mendatang,” ujar Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah I Medan, Erida.
Dikatakan Erida, hal itu bisa terjadi karena topografi wilayah Sumatera Utara yang terletak di equatorial atau garis equator.
“Secara umum kita dalam satu tahun dua kali musim kemarau dan dua kali musim hujan. Tapi saat kemarau bukan berarti tidak ada hujan. Tapi jelas saat ini kita sudah memasuki musim kemarau, bukan musim hujan,” sebutnya.
Kata Erida, untuk hujan yang terjadi selama musim kemarau di Medan dan sekitarnya, diprediksi masih relatif aman dari cuaca ekstrem seperti angin kencang hingga intensitas hujan dalam periode dan intensitas tinggi yang menyebabkan banjir.
“Hujan masih akan terjadi, bisa juga dengan intensitas sedang sampai tinggi. Tetapi, itu hanya secara intensitasnya. Secara periode, curah hujan sudah lebih rendah,” imbuhnya. (*)