PROSUMUT – Tim Gempur Bea Cukai Medan bekerja sama dengan Denpom I/5 Medan mengungkap praktik minuman keras (miras) ilegal yang membuka toko sekaligus pabrik rumahan di Jalan Bulan Pusat Pasar Medan dan kawasan Medan Area.
Dalam pengungkapan ini, 5 pelaku diamankan dan ribuan botol miras dengan cap Samsu Putih dan Bola Dunia. Selain itu, turut diamankan juga mesin produksi dan barang bukti lainnya.
Kepala Bea Cukai Medan Dadan Farid menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula dari adanya informasi maraknya peredaran di pasaran produk minuman beralkohol ilegal dengan merk Samsu Putih dan Bola Dunia. Padahal, pabriknya sudah tutup tetapi produk mirasnya masih beredar.
“Tim melakukan pemeriksaan di toko yang berlokasi di Jalan Bulan Pusat Pasar Medan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bukti-bukti awal bahwa tempat tersebut telah digunakan untuk memproduksi miras ilegal, Etiket yang belum ditempel, tong pencampur, botol kosong, tutup botol dan lainnya,” terang Dadan dalam keterangan pers di kantonya, Jumat 27 November 2020.
Dari bukti tersebut, kata Dadan, dilakukan penggalian informasi kepada para pekerja dan berhasil mengerucut kepada salah satu rumah pegawai berinisial MN.
Tim lalu melakukan pemeriksaan di rumah MN kawasan Medan Area dan ditemukan beberapa bukti berupa dispenser untuk pengisian, alat dan mesin press tutup botol, tutup botol, segel plastik dan lainnya.
“Dari penindakan 2 lokasi tersebut, disita miras ilegal golongan C sebanyak 645 botol ditambah 1 jerycan berisi 30 liter dan 5 jerycan berisi 25 liter yang diduga siap dikemas. Kemudian MMEA ilegal golongan B sebanyak 550 botol dan 2 jerycan berisi 30 liter dan 1 jerycan berisi 25 liter yang diduga siap dikemas dan beberapa untuk memproduksi MMEA ilegal tersebut. Juga ada 1764 botol kosong,” beber Dadan.
Dia mengaku, hasil uji laboratorium terhadap kedua miras ilegal tersebut diketahui kadar alkoholnya masing-masing sebesar 31,94 persen dan 19,16 persen.
“Potensi kerugian negara yang dihasilkan dari penindakan ini adalah sebesar Rp44.145.400. Namun, berdasarkan penyelidikan ternyata telah diproduksi sejak tahun 2019. Karena itu, diperkirakan untuk produksi selama 12 bulan estimasi kerugian negara lebih kurang sebesar Rp360 juta,” pungkasnya. (*)
Foto :