PROSUMUT – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menanggapi isu yang beredar mengenai tiga syarat sahnya seorang calon menjadi presiden.
Menurutnya, isu tersebut tidaklah benar.
“Jadi isu itu tidak benar. Mungkin digaungkan oleh orang yang kurang paham hukum dan belum baca putusan MK (Mahkamah Konstitusi),” kata Bivitri dikutip Republika.
Bivitri mengatakan, syarat memperoleh 50 persen plus satu dan memenangkan suara setengah dari 17 provinsi dengan hanya kalah suara 20 persen di 17 provinsi lainnya, hanya berlaku jika pasangan calon (paslon) presiden lebih dari dua orang.
Namun, lanjutnya, jika paslon hanya dua maka peraturan tersebut tidak berlaku.
“Dulu sengaja dibuat begitu supaya ada putaran kedua, tidak langsung siapa yang terbanyak dia yang menang karena nanti dukungan politik dia kecil,” jelasnya.
Hal tersebut, menurut Bivitri, terjadi pada 2004, karena calon presiden lebih dari dua pasangan.
Tafsir seperti ini, kata Bivitri, jelas di risalah pembahasan amandemen UUD (Undang-Undang Dasar) dan dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan No. 50 tahun 2014.
“Kalau mau baca putusannya, Putusan 50/PUU-XII/2014. Aturan di atas berlaku bila ada calon lebih dari dua,” jelasnya.
Sebelumnya, beredar isu terkait tiga syarat memenangkan Pilpres 2019. Pertama, raihan suara lebih dari 50 persen.
Kedua, memenangkan suara di 1/2 jumlah provisnsi (17 Provinsi). Dan ketiga, di 17 provinsi lainnya yang kalah minimal suara 20 persen. Syarat ini memang dibuat agar presiden terpilih mempunyai acceptibility yang luas di berbagai daerah. (*)