PROSUMUT – Para wisatawan di Indonesia lebih mementingkan untuk mendapat nilai lebih dibandingkan biaya, dan juga cenderung mengutamakan pengalaman digital yang baik ketika berwisata; dibandingkan rata-rata wisatawan global, menurut Global Digital Traveler Survey (GDTR) 2019 yang diumumkan pada Kamis 30 Januari 2020 oleh Travelport.
Travelport sendiri merupakan perusahaan terkemuka yang melayani industri travel, dan Galileo Indonesia – distributor Travelport di Indonesia.
Direktur Regional Wilayah Operator APAC Travelport, Gary Harford dan Presiden Direktur Galileo Indonesia, Raymond Setokusumo memaparkan penemuan spesifik mengenai Indonesia dari Travelport’s 2019 Global Digital Research yang menyurvei 23.000 orang dari 20 negara, termasuk dari Indonesia, pada sebuah acara di Hotel Hermitage, Menteng, Jakarta Pusat, tengah pekan lau.
Penemuan pertama adalah, bahwa isatawan di Indonesia lebih mencari nilai lebih ketika memesan tiket pesawat ketimbang sekadar mencari harga termurah.
Hampir 9 dari 10 wisatawan di Indonesia (88 persen) menganggap bahwa nilai tambah adalah prioritas utama dalam memilih maskapai penerbangan. Konsisten dengan temuan tersebut, hanya 6 persen yang melakukan pemesanan tiket berdasarkan pertimbangan biaya semata-mata-berbeda secara signifikan dibanding persentase rata-rata global sebesar 18 persen. Tren ini terlihat di semua kelompok umur.
Para wisatawan tersebut katanya, ingin mempersonalisasi penerbangan mereka dengan pesanan layanan tambahan/add-ons (seperti ruang kaki yang lebih luas atau makanan ekstra).
Menariknya, wisatawan di Indonesia tergolong paling rela memberikan lebih banyak informasi pribadi kepada pihak maskapai penerbangan asalkan mereka bisa mendapatkan penawaran khusus (24 persen, dibandingkan persentase rata-rata secara global sebesar 17 persen).
Kedua, bagian dari pertimbangan nilai lebih oleh para wisatawan adalah ekspektasi yang tinggi terhadap maskapai.
Para wisatawan di Indonesia juga memiliki ekspektasi tinggi terhadap aspek-aspek selain nilai –terlihat dari hasil temuan yang secara konsisten lebih tinggi dari angka rata-rata secara global.
Mereka juga memprioritaskan keandalan maskapai (91 persen dibanding persentase rata-rata secara global sebesar 86 persen); rute/jadwal penerbangan yang ideal (88 persen vs 80 persen); layanan pelanggan yang baik (88 persen vs 81 persen); dan pengalaman yang menyenangkan selama penerbangan (86 persen vs 77 persen).
Hampir sembilan dari sepuluh (86 persen) wisatawan di Indonesia menganggap pengalaman digital yang baik (seperti check-in dan mengakses informasi gate secara online) adalah hal yang penting dalam memilih maskapai-tertinggi di dunia (persentase rata-rata secara global adalah 71 persen).
Ketiga, ekspektasi terhadap pengalaman digital yang baik ini juga meliputi aspek-aspek lainnya dalam sebuah perjalanan. Misalnya; Wisatawan di Indonesia tergolong yang paling mungkin di antara wisatawan lainnya di dunia (75 persen, dibandingkan persentase rata-rata secara global sebesar 48 persen) yang menganggap bahwa pengalaman augmented atau virtual reality akan membantu mereka dalam merancang sebuah perjalanan wisata.
Tren ini muncul di semua kelompok umur, termasuk Baby Boomers.
Para wisatawan ini juga tergolong yang paling mungkin untuk merasa frustrasi karena tidak bisa mengakses informasi pemesanan mereka lewat perangkat seperti smartphone atau smartwatch-meningkat 9 persen pada 2018 dibanding wisatawan lainnya di dunia (67 perseen, dibandingkan persentase rata-rata secara global sebesar 45 persen).
Rasa frustrasi ini khususnya dirasakan oleh wisatawan Gen X (73 persen) dan Gen Y (67 persen).
Keempat, para wisatawan di Indonesia juga memberi masukan mengenai beberapa bagian dari pengalamannya memesan sebuah perjalanan yang dirasa masih perlu ditingkatkan.
Ketika berbelanja online, 59 persen dari wisatawan di Indonesia merasa sangat frustrasi (meningkat 21 persen dari 2018) dalam mencari perusahaan terpercaya. Mereka juga semakin frustrasi karena mereka tidak mengetahui apakah ulasan online dapat dipercaya atau tidak (53 persen, meningkat 10 ppersen dari 2018).
Ketika berusaha mempersonalisasi pengalaman mereka, kian banyak wisatawan yang merasa frustrasi karena tidak dapat memahami apa saja yang termasuk dalam penawaran standar (61 persen, meningkat tajam sebesar 40 persen dibanding 2018).
Demikian pula halnya dengan tidak mengetahui apa saja penawaran ekstra yang tersedia, yang merupakan hal yang tak menyenangkan bagi 63 persen wisatawan di Indonesia.
Meskipun para wisatawan tertarik menggunakan teknologi mutakhir untuk meningkatkan pengalaman pemesanan perjalanan mereka, respons terhadap survei tahun ini menunjukkan bahwa teknologi tidak selalu menjadi jawaban.
Setengah wisatawan di Indonesia (52 persen) dan dua per lima bagian (42 persen) wisatawan global menganggap bahwa tidak dapat berbicara kepada sesama dapat menyebabkan mereka menjadi frustrasi, meningkat dari 38 persen pada 2018.
“Para wisatawan mengharapkan pengalaman sederhana dan menyenangkan dari penyedia jasa pariwisata sebagaimana yang mereka dapatkan dari penyedia jasa di bidang lainnya. Riset kami menunjukkan bahwa teknologi berperan penting dalam hal ini, baik dalam memberikan layanan penawaran terpersonalisasi yang diharapkan oleh wisatawan di Indonesia, atau membantu mereka mencari nilai terbaik,” ujar Regional Director APAC Operator Territories Travelport Gary Harford mengomentari hasil temuan riset tersebut.
Raymond Setokusumo, selaku Presiden Direktur dari Galileo Indonesia Perdana, operator Travelport di Indonesia, menambahkan bahwa memahami ekspektasi konsumen Indonesia yang terus mengalami perubahan merupakan kunci untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka.
“Wisatawan di sini jelas rela berkorban guna mencari nilai terbaik bagi rencana perjalanan mereka – dan penyedia jasa pariwisata yang cerdas perlu memikirkan cara menyediakan hal tersebut,” pungkasnya. (*)