PROSUMUT – Menteri Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menyatakan polemik lahan eks HGU PTPN II tengah dalam proses penyelesaian.
Namun, dia tidak merinci kapan target penyelesaian PTPN II akan rampung.
Ia mengungkapkan, dari total keseluruhan lahan, sebanyak 2.216 hektar sudah mendapatkan izin penghapusbukuan dari Kementerian BUMN. Prosesnya masuk dalam tahap Appraisal.
“Sekarang kita sudah melihat dan menguraikan. Sudah ada prinsip sampai dengan dua ribu dua ratus enam belas hektar, sudah ada izin pelepasan. Itu berarti sudah bisa diselesaikan,” ujar Sofyan A Djalil saat meresmikan gedung baru Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Minggu 3 Maret 2019.
Sofyan Djalil mengatakan, proses penyelesaian konflik lahan HGU PTPN II itu akan dilakukan secara komprehensif. Lebih lanjut dia menjelaskan, saat ini pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi ingin mempercepat sertifikasi tanah di seluruh Indonesia.
Selama ini, kata Sofyan, proses sertifikasi begitu lambat, berbelit-belit dan mahal. “Pak Jokowi ingin memberikan kepastian hukum kepada pemilik tanah,” ujarnya.
Sejak 2017, percepatan produk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) melebihi angka lima juta. Pada 2018, PTSL bahkan mencapai 9,3 juta.
“Mudah-mudahan teman-teman bisa nanti mengeluarkan produk PTSL sampai dengan sebelas jutaan,” harapnya.
Kementerian ATR BPN menarget, pada 2025 seluruh tanah masyarakat sudah terdaftar dan bersertifikat. Dengan begitu, tak lagi muncul masalah konflik lahan.
Untuk konflik lahan yang ada di Indonesia, Sofyan mengkalim sudah banyak yang terselesaikan. Mulai dari kasus yang berpuluh tahun atau pun yang masih baru.
“Walaupun memang menyelesaikan sengketa itu tidak mudah. Tapi dengan kita daftarkan maka tidak akan ada sengketa baru. Yang lama kita selesaikan yang baru tidak ada,” pungkasnya.
Eks HGU PTPN II hanya satu dari sekian banyak konflik lahan yang ada di Sumut. Dari data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut Sepanjang 2018 ada 38 kasus konflik agraria. Angkanya menurun dari tahun 2017 sebanyak 43 kasus.
Dari seluruh kasus di 2018, 19 orang terluka dan satu orang meninggal dunia. Pada 2018 Eks HGU PTPN II menyumbang delapan kasus.
Konflik yang terjadi diareal ini, sebagian besar didominasi oleh persoalan horizontal antar masyarakat sipil.
Seperti penggarap versus penggarap, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) versus Kelompok Tani atau OKP versus OKP.
Terbitnya Perpres 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria diharapkan jadi acuan dalam menjawab persoalan ketimpangan kepemilikan tanah. Didukung berbagai kebijakan lain yang sudah terbit sebelumnya.
Seperti Perpres 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan dan Inpres 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Peizinan Perkebunan Sawit, Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit, maupun Permen terkait perhutanan sosial tentu bisa jadi peluang melaksanakan reforma agraria sejati. (*)