PROSUMUT – Pelacakan dan penggalian data-data para pengguna media sosial ternyata telah lama dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).
Tindakan tersebut dilakukan untuk melihat kewajiban perpajakannya kepada negara.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengemukakan, penggalian data informasi para pengguna media sosial sudah dilakukan sejak tahun lalu.
“Sudah jalan dari dulu, tapi dilakukan masing-masing oleh KPP atau unit secara manual. Tapi kalau tersistem dan terintegrasi, belum,” kata Iwan, Jumat (4/1/2018), dikutip dari CNBC Indonesia.
Para fiskus pajak memantau pengguna media sosial dengan berbagai kriteria. Mengunggah foto-foto kekayaan di sosial media pribadi seperti selebgram menjadi salah satu kriterianya.
Para wajib pajak dinilai otoritas pajak di akun media sosialnya sesuai dengan laporan kewajiban perpajakannya. Yang memang selama ini harus dilaporkan kepada Ditjen Pajak.
“Penggalian data dari sosial media itu sudah dilakukan oleh para AR (account representative) dari dulu. Hanya saja penggalian itu baru dilakukan sendiri-sendiri, dan di analisa sendiri-sendiri,” katanya.
Ditjen Pajak sendiri kini telah memiliki sebuah sistem bernama social network analytics (SONETA) yang bisa menganalisis penyandingan data baik untuk pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Di sisi lain, otoritas pajak pun memiliki DJP enterprise search untuk menganalisis wajib pajak beserta entitas terkait seperti aset, anggota keluarga, dan kepemilikan perusahaan.
Iwan mengemukakan, sistem SONETA nantinya diharapkan bisa terintegrasi dengan setiap media sosial. Meski demikian, sistem tersebut saat ini baru bisa digunakan di internal otoritas pajak.
“Dari sisi IT, kami mencoba untuk melakukannya secara tersistem dengan menggunakan teknologi big data. Tapi sebelum hal tersebut dilakukan kita akan memastikan dulu integritas dan manajemen data di sistem kami sudah berjalan dengan baik,” katanya. (editor)