PROSUMUT – Angka kemiskinan di Sumatera Utara (Sumut) yang mengalami kenaikan terbilang wajar saja terjadi di tengah pandemi Covid-19. Tidak ada yang bisa menghindar, karena pandemi ini menyebar ke semua lapisan masyarakat.
“Data Badan Pusat Statistik menunjukan, kalau di bulan Maret 2020 terjadi peningkatan jumlah masyarakat miskin sebanyak 23 ribu jiwa untuk wilayah Sumut,” ujar pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Kamis 16 Juli 2020.
Gunawan menilai, angka kemiskinan yang melonjak di Maret tersebut ini bukanlah sepenuhnya karena dampak Covid-19.
“Saya tidak yakin kalau kenaikan angka sebanyak 23 ribu itu hanya terjadi di bulan Maret semuanya. Sebab, di bulan Maret merupakan awal ditemukannya kasus virus corona. Memang ada karantina disitu, tetapi tidak seharusnya lantas angka kemiskinan mengalami kenaikan,” katanya.
Menurut Gunawan, dampak dari perang dagang terhadap kemiskinan sudah mulai terasa di pertengahan 2019. Jadi, memang tren angka kemiskinan ini pada dasarnya sudah naik sejak awal sebelum Covid-19. Namun, lompatannya baru dirasakan pada Maret.
“Jika ditarik data nantinya dari Maret 2020 ke September 2020, potensi lompatan jumlah angka kemiskinan akan lebih besar,” sebutnya.
Terlebih, jika ditarik data perbulannya, dimana April hingga Juli 2020 sangat berpeluang terjadi ledakan jumlah angka kemiskinan akibat pandemi corona.
Jika merunut data yang dirilis BPS per semester ini, tentunya tidak bisa dijadikan acuan dalam kerangka kebijakan penyelamatan ekonomi masyarakat yang terdampak corona lantaran pasti terlambat.
“Jadi, saat pemerintah berupaya untuk menyelamatkan daya beli masyarakat, maka yang paling utama adalah bagaimana caranya agar bantuan sosial yang diberikan benar-benar bisa menjangkau masyarakat miskin. Untuk itu, data yang harus dikumpulkan adalah data yang bisa diperbaharui setiap hari. Tidak mengunakan acuan data BPS per semester tersebut,” cetusnya.
Gunawan melanjutkan, dari data BPS terlihat bahwa garis kemiskinan pada Maret 2020 di Sumut itu tercatat sebesar 502 ribu.
“Pada dasarnya kita sudah bisa memetakan bagaimana bentuk bantuan ke masyarakat dengan mengacu ke data tersebut. Setiap warga miskin setidaknya bisa dibantu maksimal setara uang tunai Rp 500 ribuan per bulan,” ungkapnya.
Jadi, kalau ada 1,28 juta masyarakat miskin, maksimal butuh uang setidaknya Rp 640 miliar per bulan. Namun, pada dasarnya tidak semua masyarakat miskin tidak memiliki pendapatan sama sekali.
“Saat Maret lalu saya pernah menghitung setidaknya kita butuh 528 miliar untuk bantu masyarakat yang terdampak corona,” tuturnya.
Dengan uang sebesar itu, bukan hanya menolong mereka yang miskin. Tetapi, masyarakat miskin ditambah mereka yang kehilangan pendapatan atau berkurang pendapatannya.
“Menurut hitungan saya, jumlahnya sekitar 2.2 juta jiwa penduduk Sumut yang membutuhkan pertolongan. Sebab, disaat terjadi pandemi ada sebagian masyarakat yang langsung masuk dalam garis kemiskinan, sekalipun sifatnya temporer, sampai dapat pekerjaan lagi,” katanya.
“Di bulan Juli ini, sebagian masyarakat memang sudah mengalami pemulihan pendapatan. Meskipun, belum kembali seperti sediakala. Karena itu, hitung-hitungan kebutuhan dana bantuan sosial tentunya berkurang. Akan tetapi, kebutuhan akan bantuan tersebut harus tetap jalan sampai nantinya ekonomi benar-benar mulai kembali ke kondisi semula,” tambahnya.
Ditambahkan Gunawan, masalah kemiskinan ini sulit untuk ditekan dalam waktu dekat. Beberapa masalah mendasar, seperti kondisi ekonomi global yang masih saja bermasalah. Setidaknya butuh paling cepat 2 tahun agar angka kemiskinan ini bisa ditekan diangka sebelum masa Covid-19.
“Masalah peningkatan kemiskinan di Sumut ini lebih dipengaruhi oleh penurunan serta hilangnya sejumlah pendapatan masyarakat, yang berimbas ke daya beli. Terlebih, masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata, banyak yang kehilangan pekerjaan,” tandasnya. (*)
Reporter : Rayyan Tarigan
Editor : Iqbal Hrp
Foto :