Prosumut
Public Service

Ombudsman Sumut ke Pemda, Operasional Alat PCR RS USU Harus Maksimal

PROSUMUT – Dalam rangka percepatan penanganan Coronavirus Desease (Covid)-19 di Sumut, pemerintah daerah diminta segera menunjukkan dukungan nyata dalam memaksimalisasi pengoperasionalan dua unit Polymerase Chain Reaction (PCR) yang saat ini sudah beroperasi di RS Universitas Sumatera Utara (USU).

“Salah satu faktor kunci keberhasilan Sumut mempercepat penanganan virus corona adalah adanya keseriusan dukungan semua pihak, terutama pemerintah daerah dalam memaksimalkan pengoperasian alat deteksi virus corona PCR,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, Rabu 22 April 2020.

Hal itu disampaikan Abyadi Siregar setelah dua hari sebelumnya, Senin 20 April 2020, tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut melihat langsung keberadaan dua alat deteksi virus corona tersebut di RS USU.

Tim Ombudsman RI yang yang berkunjung ke RS USU itu dipimpin Kepala Unit III Ferry Indra Sakty Sinaga dan Kepala Keasistenan Pencegahan Edward Silaban serta Achir Nauli Gading Harahap. Mereka diterima Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 RS USU dr Dewi Indah Siregar.

Dalam kunjungan tersebut, selain mendapat penjelasan tentang pentingnya alat PCR dalam percepatan penanganan Covid-19, tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut juga menerima banyak informasi terkait kendala operasionalisasi alat PCR tersebut.

Beberapa kendala tersebut berpotensi menjadi hambatan kurang maksimalnya operasionalisasi alat tersebut. Padahal, keberadaan PCR tersebut demikian sangat penting dalam percepatan penangana Covid-19 di Sumut.

Sebagai contoh, masih terbatasnya reagensia (cairan reaksi kimia pendeteksi virus corona) yang digunakan dalam pengujian swab PCR. Untuk melakukan pemeriksaan swab dengan alat PCR, dibutuhkan dua jenis reagensia, yaitu reagen Pra-PCR dan Reagen PCR. Reagen merupakan produk impor dari Jerman, Jepang, Inggris, China dan Korea.

“Sampai Senin (20 April 2020), ketersediaan reagen Pra-PCR di RS USU hanya sekitar 600 unit. Sementara reagen untuk PCR sekitar 1.000 unit. Reagen yang didatangkan dari Jerman tersebut, telah digunakan sejak dari hari Jumat (17 April 2020). Jika salah satu dari dua jenis reagen tidak tersedia, maka uji swab tidak dapat dilaksanakan,” terang Abyadi.

Kata dia, RS USU sendiri telah memesan reagensia melalui supplier dengan menggunakan alokasi anggaran mereka. Namun, supplier masih kesulitan memenuhinya mengingat sulit mendapatkannya di pasar internasional. Karena, saat ini reagensia menjadi komoditas rebutan dunia.

“Mengingat kondisi itulah, sehingga diharapkan pemerintah daerah di Sumut, terutama Pemprovsu dan Pemerintah Kab/Kota se-Sumut untuk serius membantu RS USU dalam pengadaan reagensia PCR tersebut. Artinya, bila kita ingin segera dapat menangani Covid-19 maka pemerintah daerah harus segera bertindak cepat dan nyata. Sebab, pemeriksaan laboratorium ini memang menjadi kunci utama dalam penanganan virus corona,” tegas Abyadi.

Dalam bincang Ombudsman RI dengan Kepala Lembaga Eijkman, Prof  Amin Soebandrio, 8 April lalu, terungkap bahwa kelambanan uji laboratorium menjadi salah satu lambannya penanganan Covid-19.

Selama ini, pengujian spesimen virus Covid-19 di Indonesia hanya dilakukan di Eijkman, sebuah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.

“Jadi, awalnya spesimen Covid-19 dari seluruh rumah sakit di Indonesia, dikirim ke Eijkman melalui Balitbangkes. Inilah yang membuat lambannya proses uji laboratorium Covid-19. Tapi sekarang, Kemenkes sudah membantu alat PCR yang dioperasionalkan di sejumlah rumah sakit di Indonesia, termasuk dua unit di RS USU. Sehingga diharapkan, alat PCR di RS USU ini dapat mempercepat penanganan covid-19 di Sumut. Karena itu, pemerintah daerah harus memberi dukungan penuh untuk memaksimalkan operasionalisasi PCR di RS USU dengan membantu dalam pengadaan reagen PCR,” papar Abyadi.

Selain kebutuhan reagensia, RS USU juga membutuhkan bantuan baju hazmat. Ini untuk kebutuhan lima orang petugas analis laboratorium yang mengoperasionalkan mesin PCR. Baju hazmat merupakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang hanya digunakan sekali pakai.

“Sampai Senin (20 April 2020), ketersediaan baju hazmat di RS USU hanya tinggal tujuh unit. Jumlah itu hanya mencukupi kebutuhan untuk 2 -3 hari,” ucapnya.

Sejalan dengan itu, sambung dia, Ombudsman RI juga mengharap agar pemerintah daerah segera berupaya mendapatkan APD tersebut. Sehingga, mesin PCR bisa dioperasionalkan oleh lima petugas laboratorium.

“Tanpa baju hazmat itu, bagaimana petugas laboratorium melaksanakan tugasnya,” cetus Abyadi.

Ia menambahkan, dirinya mengapreisasi kunjungan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi ke RS USU guna melihat langsung mesin PCR tersebut. Ketika itu, gubernur menjanjikan beberapa hal dalam rangka kelancaran operasionalisasi mesin PCR. “Kita berharap, gubernur Sumut segera memberi perhatian serius,” tnadasnya. (*)

Reporter  : Rayyan Tarigan
Editor       : Iqbal Hrp
Foto          :

Konten Terkait

Satlantas Medan Gandeng GrabExpress untuk Pengiriman SIM ke Rumah

Editor Prosumut.com

Kapolres Asahan Imbau Masyarakat Laporkan jika Ada Bandar Narkoba

Ridwan Syamsuri

Melalui #MadeforEveryFamily, Prudential Perluas Akses Perlindungan Bagi Keluarga

Editor prosumut.com