PROSUMUT – Kristiani Herrawati atau akrab disapa Ani Yudhoyono, kini tengah terbaring lemah menjalani perawatan intensif di National University Hospital (NUH), Singapura, karena mengidap penyakit kanker darah.
Setelah sempat beberapa hari bisa menghirup udara segar lantaran kondisi membaik, Kamis 30 Mei 2019 ia kembali masuk Intensive Care Unit (ICU).
Selama menjalani perawatan di Singapura, banyak yang mengapresiasi Ani. Ia terlihat tegar melewati ujian tersebut.
Sikap tegar yang dimiliknya ternyata sudah dimilikinya sejak kecil.
Berikut kisah hidup Ani Yudhoyono seperti dikisahkan dalam buku biografinya yang bertajuk “Kepak Sayap Putri Prajurit” dinukil oleh IDNTimes.
Ani Yudhoyono, Anak Prajurit yang Hobi Panjat PohonDok. Biografi Ani Yudhoyono
Ani merupakan putri ketiga dari tujuh bersaudara pasangan putri Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo dan Sunarti Sri Hadiyah.
Di RS Bethesda Yogyakarta pada 6 Juli 1952, Ani lahir dengan berat badan dua kilogram lebih sedikit saat usia kandungan sang ibu masih tujuh bulan.
Berkat ketelitian, kesabaran orangtuanya, Ani tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia terlahir prematur dan lemah.
Apa arti dibalik nama Kristiani Herrawati?
“Begitu lahir, Papi menyematkan nama Kristiani sebab, nama Kresna identik dengan nama laki-laki, sedangkan Herawati artinya kekuatan yang bisa menyapu bersih rintangan saat terjafi huru hara,” jelas Ani dalam buku biografinya bertajuk “Kepak Sayap Putri Prajurit” (2010) yang ditulis Alberthiene Endah.
Dalam buku yang terdiri dari 556 halaman itu, Ani menceritakan masa kecilnya yang menyenangkan. Ani tumbuh menjadi anak yang tomboy.
Saat berusia lima tahun, Ani kecil suka sekali memanjat pohon cermai dan mangga yang tumbuh di depan rumahnya. Bahkan, dia termasuk pemanjat ulung.
“Saking gemarnya memanjat, aku bisa berjam-jam duduk di pohon. Biasanya baru turun setelah diteriaki ibu. Cara aku turun sangat lincah, persis Tarzan. Bangga rasanya jadi jagoan kecil pemanjat pohon,” cerita Ani.
Tidak hanya memanjat, masa kecil Ani dipenuhi dengan berbagai kenangan permainan alam yang menyenangkan.
Dia sering berenang disungai, berlari-larian di sawah serta membuat aneka mobil-mobilan dari buah.
Saat masih duduk usia Sekolah Dasar, Ani pun merasakan pergi ke sekolah menaiki truk.
Meski truk beratapkan terpal dengan bangku yang di sisi kanan kiri membuat perjalanan Ani menyenangkan.
Bersama teman-temanya, dia berceloteh dan bernyanyi.
Menurutnya, truk tersebut merupakan malaikat sekaligus sesuatu yang dahsyat baginya.
“Biasanya saya hanya bisa melihat Papi dan teman-temannya naik kendaraan besar dan gagah ini. Tetapi saya punya kesempatan merasakan kebanggaan itu, sesuatu yang menyenangkan,” ujarnya.
Ani pun pernah merasakan hidup susah di masa kecil. Dengan gaji papasan sebagai komandan saat itu dan anak-anak yang masih kecil, ibu Ani sering mengakali semua agar cukup memenuhi kebutuhan.
“Meski segalanya terasa indah, namun saya tahu kehidupan ekonomi susah. Setidaknya saya tahu, setelah melihat wajah ibu di dapur. Lima anak yang beranjak dewasa dengan lauk pauk yang cepat habis,” terang Ani.
Tidak heran jika Ani sering makan nasi dicampur jagung, atau singkong dibuat aneka makanan.
“Saya ingat, saat kecil, ibu selalu membagi sebutir telur rebus menjadi bagian kecil-kecil agar semua kebagian,” tuturnya.
Untuk menambah pemasukan, Ibu Ani menjual minyak goreng ecer tanpa sepengetahuan suami.
“Ibu merahasiakan dari Papi. Bagi ibu, tidak perlu ribut-ribut yang penting bisa mendapatkan tambahan pemasukan uang dengan cara halal dan tidak memusingkan Papi,” imbuhnya.
Dokter merupakan profesi yang Ani anggap hebat. Begitu lulus SMA, Ani tidak ragu mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, namun sayang Ani tidak lulus.
Tidak putus asa, Ani mendaftar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Namun sayang, memasuki tahun ketiga, Ani terpaksa berhenti kuliah karena sang Ayah ditunjuk menjadi duta besar Korea Selatan.
“Sebuah keputusan yang berat. Saya harus berhenti kuliah karena waktu itu di Seoul tidak ada satu kampus yang menggelar kuliah dalam bahasa Inggris, semua bahasa Korea. Itu sesuatu yang sulit, karena satu kalimat saja aku gak ngerti” ungkapnya.
Sosok Ani dikenal dengan perempuan tangguh. Sifat Ani tampaknya sudah melekat sejak kecil.
Terlahir dari keluarga tentara membuat Ani tumbuh jadi wanita yang tegas.
“Sebutan putri Sarwo Edhie Wibowo bagiku merupakan stimulan tentang pengalaman penuh suka duka mengiringi kehidupan khas tentara. Dari kecil, saya memandang hidup sebagai area yang menantang. Dengan gaya yang khas, mereka mengajari bagaimana mengapresiasi hidup,” ujarnya.
Begitulah kisah masa kecil Ani Yudhoyono yang penuh cerita menyenangkan dan menantang.
Sabtu 1 Juni 2019 beliau berpulang. Setelah berjuang selama empat bulan lebih dirwat di National University Hospital di Singapura, Ani pun akhirnya menyerah pada sakit kanker darah yang dideritanya.
Selamat jalan Ibu Negara. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Tuhan. (*)