PROSUMUT – Anggota Komisi X DPR RI dr Sofyan Tan menyampaikan pentingnya pendidikan dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045, namun tak dipungkirinya semakin hari kebijakan politik semakin membuat cemas.
Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam kunjungan kerja pada kegiatan Workshop Pendidikan dengan Tema Menciptakan Pembelajaran yang Solutif, Gemar Belajar, Gemar Berbagi dan Kolaboratif di Hotel Putra Mulia, Medan, Rabu 24 Juli 2024.
Sofyan Tan mengungkapkan, mandatory spending untuk anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi yakni mengalokasikan 20 persen dari total APBN ternyata belum terimplementasi dengan baik.
Sebab dari total anggaran belanja negara 2024 sebesar Rp 3.325 triliun, seharusnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengelola Rp 655 triliun.
Namun kenyataannya Kemendikbud Ristek hanya dapat Rp 98,9 triliun atau sekitar 15 persen. Selebihnya, anggaran pendidikan tersebut, dibagi-bagi ke banyak Kementerian lain.
Menurutnya, jika negara ingin mewujudkan Indonesia emas tahun 2045, anggaran pendidikan yang 20 persen tersebut harus dikelola sepenuhnya oleh Kemendikbud Ristek.
Apalagi yang membuatnya tak habis pikir, belakangan pemerintah malah gencar memikirkan anggaran makan siang gratis yang bakal menelan anggaran sebesar Rp 71 triliun.
“Ini yang bikin cemas,” ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Sofyan Tan pun mengkritik anggaran makan siang gratis yang jumlahnya mendekati anggaran yang dikelola Kemendikbud Ristek. Kata dia, salah langkah jika makan siang gratis dianggap kebijakan untuk mengatasi stunting.
Stunting harusnya dicegah saat anak masih dalam kandungan, bukan saat anak sudah besar.
“Ini bukan cegah anak stunting tapi bikin gemuk pelaksana pengadaannya,” ucap Sofyan Tan.
Ia menegaskan, jika pemerintah serius mewujudkan cita-cita Indonesia emas, maka kualitas sumber daya manusianya harus disiapkan. Untuk mempersiapkannya tentu dengan meningkatkan kualitas pendidikan.
Tentu saja kualitas pendidikan hanya bisa diwujudkan jika gurunya disejahterakan. Konsep pendidikan terbaik sekalipun tidak akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan jika masih ada guru honor yang digaji Rp 500 ribu per bulan.
“Kita letakkan visi 100 tahun merdeka Indonesia menguasai perekonomian dunia. Tapi kita tidak bicara bagaimana menciptakan guru yang berkualitas dengan gaji yang pantas. Bisa-bisa kita bukan menguasai perekonomian dunia, tapi menguasai jumlah penduduk di dunia,” cetusnya.
Hadir dalam acara Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Ristek RI Temu Ismail SPd MPd, Kepala BBGP Sumut Joko Ahmad Julipan, mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Drs Jamal Husen Harahap MPd, serta narasumber Mian Siahaan dan Yohana Fitri.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Ristek RI Temu Ismail SPd MPd mengatakan, guru menjadi kunci utama dalam pendidikan.
Guru terbaik adalah guru yang mau terus belajar dan professional serta mencintai profesinya. Dengan workshop Pendidikan yang diselenggarakan, diharapkan guru-guru dapat berkolaboratif dalam bertukar pikiran dan pengalaman. (*)
Editor: M Idris