PROSUMUT – Banjir besar di Medan memang telah dilewati. Meskipun, banjir pada masa yang akan datang masih akan memungkinkan untuk terjadi kembali.
Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, jika mengacu kepada data menurut Manajer Pusdalops-PB BPBD Kota Medan, Nurly, bahwasanya ada 2.773 rumah atau 1.983 KK dan 5.695 jiwa yang menjadi korban banjir.
Mengacu kepada data tersebut, maka menghitung kerugian yang ditimbulkan pada dasarnya membutuhkan rincian data yang lebih detail. Namun demikian, tentunya sulit untuk mendapatkan akurasi data dengan deviasi atau error sekitar 5 persen.
“Akan tetapi, saya akan mencoba menghitung secara kasar atau tidak terlalu mendetail dengan meletakan beberapa asumsi. Nah, dari 2.773 rumah 7.678 jiwa yang terdampak dari banjir tersebut berarti setiap rumah yang terdampak banjir itu terdiiri dari 2,76 orang. Jika dibulatkan saja setiap rumah yang kebanjiran tersebut ada rata rata sekitar 3 orang penghuninya,” ujar Gunawan.
Dia melanjutkan, apa yang mereka butuhkan selama banjir tersebut katakanlah setiap orang membutuhkan bantuan sebesar Rp100 ribu per hari selama banjir. Maka, dibutuhkan Rp767,8 juta bantuan pangan bagi setiap korban banjir.
Kalau dikalikan berapa lama banjir itu merendam wilayahnya katakanlah 2 sampai 3 hari, maka dibutuhkan setidaknya bantuan senilai Rp1,5 miliar hingga Rp2,3 miliar.
“Itu bantuan langsung yang dibutuhkan, nah bagaimana dengan kerusakan baik rumah maupun isinya. Di sini hitungannya tentu lebih sulit karena kita akan menemukan rumah dengan kerusakan ringan, sedang dan berat. Bahkan, dari beberapa video ada rumah yang hanyut terbawa arus sungai,” sambung Gunawan.
Lain halnya rumah di wilayah Flamboyan, Tanjung Selamat, karena rumahnya dengan strata masyarakat menengah ke atas.
Tentunya kerusakan rumah dan isinya akan lebih besar dibandingkan rumah masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.
“Saya meletakan asumsi kalau rumah di bantaran sungai yang terkena banjir dan isinya, mungkin akan mengalami kerugian dalam rentang Rp3 juta hingga Rp15 juta. Khusus Rp15 juta, untuk rumah non permanen yang hanyut terbawa arus sungai,” sebutnya.
Berbeda dengan rumah di pemukiman masyarakat menengah ke atas, kerusakan rumah dan isinya bisa mencapai Rp7 juta hingga Rp50 juta. Sebab, ada barang-barang elektronik, pakaian, perabot, kendaraan bermotor, hingga kerusakan rumah itu sendiri.
Akan tetapi, jika meletakkan dasar asumsi bahwa rata-rata kerusakan adalah Rp15 juta hingga Rp20 juta. Dengan demikian, ada potensi kerugian sekitar Rp41,6 miliar hingga Rp55,4 miliar.
“Saya yakin asumsi itu adalah asumsi rata-rata paling kecil dibandingkan dengan potensi kerugian yang dihitung secara rinci jika ada nantinya. Kerugian itu masih mengacu kepada mereka yang dirugikan secara langsung, belum menghitung kerugian yang ditimbulkan pada sejumlah titik banjir yang kerugiannya mampu ditoleran masyarakat,” ungkap Gunawan.
Misalnya, banjir semata kaki namun tidak berlangsung lama. Becek yang mengakibatkan biaya tambahan pada perawatan kendaaraan bermotor atau kerusakan kecil lainnya yang tidak dikalkulasikan. Nah, diluar itu masih ada kerugian lain yang timbul akibat banjir tersebut.
Pengusaha juga ke bagian getahnya, baik pengusaha dari Medan ataupun dari luar medan. Ada sejumlah pengusaha yang terpaksa tutup karena banjir. Genangan air yang cukup tinggi di sejumlah wilayah Kampung Lalang contohnya. Saat banjir mereka menutup usahanya.
“Ada sekitar 750 pedagang ada di Kampung Lalang. Jika kita mengambil rata-rata bahwa penjualan pedagang pasar omsetnya Rp1 juta saja per pedagang per hari. Meskipun saya sangat yakin, perputaran uang di pasar tersebut lebih dari Rp1,5 miliar perharinya. Tetapi, asumsi paling kecil saja omset yang hilang di pasar tradisional itu akibat banjir sekitar Rp750 juta perhari. Namun, belum menghitung kerugian pengusaha yang memiliki ruko di sekitar pasar tersebut. Ada banyak pengusaha di situ, mulai toko roti, toko elektronik, pakaian, toko kelontong hingga bus antarkota,” papar Gunawan.
Belum lagi pengusaha di luar kota yang mengandalkan jalur distribusi melewati Kampung Lalang atau mitranya yang berhubungan langsung, tetap akan mengalami kerugian akibat banjir tersebut. Belum lagi menghitung dampak banjir di sejumlah pasar tradisional lainnya.
“Masih belum cukup tentunya, karena banjir kali ini menelan korban jiwa. Ini tidak bisa dihitung secara materi berapa nilai uang yang hilang karena korban jiwa tersebut. Bagi pihak keluarga yang dirugikan, kehilangan keluarganya tidak akan bisa terbayar dengan angka nominal tertentu. Nilainya bisa saja tak terhingga,” kata Gunawan.
Ia menambahkan, belum lagi mereka yang sakit karena banjir, tekanan psikologis, trauma atau ketakutan lainnya dan masih banyak hal lain yang tidak bisa di konversi ke materi.
“Minimal ada kerugian sekitar Rp55 miliar dari sisi materi, belum menghitung kerugian wilayah lain di luar Medan. Tentunya, tidak menghitung kerugian akibat korban jiwa,” pungkasnya. (*)
Editor : Iqbal Hrp
Foto :