Oleh: Radja Abdul Kadir Nasution (Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSU)
PROSUMUT – Berbicara tentang moral maupun etika yang berkembang di Kota Medan, tak akan terlepas dari kemajemukan kultur suku (bangsa) memenuhi atau berdomisili di kota ketiga terbesar di Indonesia ini.
Bahkan, pergeseran itu dirasakan juga tak terlepas dari derasnya arus globalisasi yang kemungkinan tidak tersaring dengan baik.
Sejatinya, persoalan moral memiliki keterkaitan erat dengan masalah etika.
Sebab, moral adalah tentang hal mana yang baik dan mana hal yang tidak baik. Dan kemudian, etika merupakan tingkah laku (diperbuat) manusia disesuaikan moral dimaksud.
Itu sebabnya lewat pemahaman sekaligus penerapan nilai-nilai etika dan moral ini, diperkirakan setiap orang atau individu dapat bersikap baik termasuk menghormati perbedaan dalam hal apapun mulai dari pendapat hingga akhirnya membawa kepada kelakuan (bertindak) sesuai norma berlaku di masyarakat.
Nah, terkait permasalahan moral maupun etika masyarakat Kota Medan saat ini, penulis melihat berlakunya pergeseran ke arah mengkhawatirkan.
Karenanya, dibutuhkan kerja keras seluruh pemangku kebijakan mengambil sikap sedini mungkin.
Pasalnya, tak jarang terjadi hal yang meruntuhkan moral serta etika di kalangan masyarakat umum.
Dimulai dari hal yang mungkin dinilai kecil oleh sebahagian orang, saat ini pelajar tingkatan pertama (SMP) bahkan SMA sudah tidak lagi sungkan atau merasa risih merokok di ruang publik atau tempat umum, kendati menerima pandangan sinis orang yang lebih dewasa.
Belum lagi perlakuan tidak senonoh diperlihatkan kalangan pelajar, dengan merangkul atau saling bergandengan di tempat-tempat umum seperti kafe meskipun masih lengkap dengan atribut sekolahnya.
Hal-hal yang mungkin dianggap sepele ini, seakan menjadi cikal bakal terjadinya dedgradasi mental plus etika generasi muda.
Mirisnya lagi, tak jarang kalangan pelajar tergabung dalam aksi geng motor (gemot) bahkan terlibat aksi begal.
Secara keseluruhan, dekadensi moral telah bergulir ke sebahagian generasi muda yang sepatutnya mendapat perhatian ekstra dimulai dari rumah (keluarga) terutama orang tua dalam mengikuti perkembangan ataupun perubahan sikap anak-anaknya, lingkungan, para pendidik dan tak ketinggalan tentunya para penceramah.
Mengenai dengan permasalahan dekadensi moral pada generasi muda sekarang ini, sudah selayaknya dilakukan inovasi dalam memberikan pencerahan lewat edukasi dakwah yang inovatif.
Idealnya, era digital dimanfaatkan penceramah terkhusus pendakwah muda berselancar di dunia maya lewat layanan aplikasi berbagai platform media sosial diantaranya Facebook, Instagram, Twitter dan lain sebagainya bahkan grup-grup Whatsapp hingga media online yang kian menjamur.
Efektivitas dakwah melalui perangkat digital diyakini memiliki daya jelajah atau terobosan cukup luas.
Diperkirakan semakin banyaknya pendakwah muda manfaatkan saluran ini meramaikan linimasa akun media sosial, sedikit banyaknya mampu merasuk ke alam pikiran pembaca melalui penyampaian luwes serta modern.
Patut menjadi perhatian, pendakwah muda lulusan perguruan tinggi manfaatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dimiliki untuk turut berperan serta memberikan edukasi lewat dakwah yang mampu membawa suasana mencair dalam arti kata tetap kedepankan ilmu diterapkan sesuai ajaran Islam.
Misalnya saja, dimulai dari kisah kerasulan Muhammad SAW yang sangat mulia, termasuk kisah-kisah inspiratif para sahabat rasulullah hingga pengulasan ilmu lainnya yang termaktub dalam alquran.
Demikian pandangan penulis sebagai bahagian tugas mahasiswa tingkat akhir di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut, terkait persoalan moral maupun etika generasi muda yang belakangan sangat menjadi bahan perhatian berbagai kalangan.
Semoga kiranya, tulisan ini dapat menjadi inspirasi bagi penulis sendiri maupun khalayak umumnya, sekaligus membawa kebaikan untuk semuanya. (*)
Editor: M Idris