PROSUMUT – Ciputra, atau kondang dengan sapaan Pak Ci, nama yang tidak asing baik di dunia bisnis maupun di kalangan masyarakat awam.
Pengusaha ulung di bidang properti yang memiliki nama Tionghoa Tjie Tjin Hoan itu baru saja berpulang pada 27 November 2019 di Singapura.
Ia meninggal pada usia 88 tahun setelah menjalani perawatan di sana.
Ciputra dikenal karena usaha propertinya yang jempolan dan telah berkembang ke berbagai lini, termasuk pendidikan entrepreneurship.
Dia bahkan pernah tercatat sebagai orang terkaya ke-27 di Indonesia.
Namun, tak banyak orang tak tahu dia memulai segalanya dari nol.
Bagaimana perjalanan panjang Ciputra hingga bisa menjadi pengusaha sukses?
Masa Kecil Kelam
Ciputra menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Parigi, Sulawesi Tengah.
Orang tuanya berasal dari Bumbulan, sebuah desa kecil di kecamatan Paguat (sekarang masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Pahuwato, Provinsi Gorontalo.
Sang ibu yang membawanya ke sana saat Ciputra berusia 6 tahun, kemudian dititipakn pada tante dan kakeknya agar bisa mendapat pendidikan Belanda.
Ciputra melalui masa kecilnya dengan berbagai kisah kelam.
Bapaknya, Tjie Siem Poe tercatat pernah ditangkap pasukan Jepang karena dituding sebagai mata-mata Belanda.
Bahkan, sang bapak meninggal dunia ketika mendekam di dalam penjara Jepang di Manado.
Kantor Konsultan di Garasi
Ciputra mengawali pendidikannya di SMP dan SMA Frater Don Bosco, Manado. Ketika menjadi pelajar, ia memang tercatat sebagai murid yang pintar.
Maka itu jangan heran setelah lulus SMA, ia merantau ke Bandung dan melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung sekaligus bergabung dengan organisasi GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia).
Usaha pertama Ciputra di dunia properti dimulai ketika ia mendirikan perusahaan konsultan arsitektur bangunan di Bandung bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan.
Kantor tersebut didirikan seadanya, dengan memanfaatkan sebuah garasi rumah yang tak terpakai.
Barulah pada 1960, Ciputra meraih gelar insinyur dan pindah ke Jakarta.
Jaya Group & Metropolitan Group
Karier pertama Ciputra dimulai ketika ia bergabung dengan perusahaan daerah milik Pemerintah DKI Jakarta, Jaya Group.
Ada berbagai buah karya Ciputra selama berkarier di perusahaan itu, di antaranya ialah menginisiasi dan menyelesaikan proyek Ancol.
Bersama rekan lamanya, Budi Brasali, juga dua rekannya yang lain yakni Sudono Salim dan Ibrahim Risjad, Ciputra kemudian mendirikan Metropolitan Group.
Ketika itu ia memiliki dua jabatan, akni Direktur Utama di Jaya Group sekaligus Metropolitan Group.
Barulah setelah memiliki segudang pengalaman, Ciputra mendirikan perusahaan keluarga yang sering kita dengar sekarang ini, Ciputra Group.
Krisis Ekonomi
Buku “100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh” yang ditulis Zaenal Ali dan diterbitkan pada 2008, mengisahkan bagaimana Ciputra harus menyelamatkan perusahaan-perusahaannya saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997.
Sebagaimana perusahaan properti lainnya, Ciputra pun perlu memutar otak untuk menyelamatkan perusahaannya.
Ia kemudian melakukan sejumlah langkah penghematan di antaranya mengurangi 35 persen dari sekitar 7 ribu karyawan.
Tak hanya itu, Ciputra juga menutup semua departemen perencanaan dari masing-masing anak perusahaannya, dan menggantinya dengan design center yang memberikan servis desain kepada seluruh proyeknya.
Jenjang komando Ciputra Group pun dipangkas menjadi lima tingkat.
Dengan cara-cata itu, Grup Ciputra berhasil menghemat pengeluaran sebanyak Rp4 miliar per tahunnya.
Pascakrisis ekonomi 1997
Setelah berhasil menghemat pengeluaran, Ciputra kemudian memasang strategi baru untuk kembali menghidupkan perusahaannya.
Ialah dengan meluncurkan strategi pemasaran baru, yakni menjual kavling siap bangun yang menyasar pasar menengah ke atas.
“Mereka (kalangan berduit) lebih suka membeli kavling karena dapat menentukan sendiri desain rumahnya. Keuntungan lain menjual kavling tanah adalah berkurangnya biaya operasional,” tulis buku “100 Orang Indonesia Paling Berpengaruh”.
Seiring dengan memulihnya kondisi ekonomi Indonesia juga kondisi keuangan kantor, Ciputra Group kembali hidup.
Nama Ciputra kembali melambung ketika pada 2011 majalah Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia yang menyebut bahwa ia memiliki kekayan senilai US$950 juta atau Rp13,4 triliun. (*)