PROSUMUT – Hari Musik Nasional tahun ini diwarnai dengan kehebohan para musisi yang mengkritisi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Permusikan.
RUU Permusikan itu menjadi perbincangan hangat di kalangan artis, musisi, dan orang-orang yang menggeluti dunia permusikan Tanah Air. Bahkan, berbagai respons pun muncul baik itu yang pro maupun kontra.
Sudah satu bulan terakhir, berbagai sikap untuk merespons keberadaan RUU Permusikan itu pun muncul ke publik. Misalnya saja sekedar pernyataan di media, arena diskusi dan di berbagai platform media sosial hingga aksi unjuk rasa.
Bahkan, drummer Superman Is Dead (SID) Jerinx sempat bersitegang dengan musisi sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah.
Jerinx yang menolak RUU tersebut berkali-kali mengkritisi Anang dan mengajaknya bertemu untuk mendiskusikan bahkan berdebat soal RUU tersebut.
Dalam satu kesempatan, Jerinx dan Anang sempat bertemu, meski kabarnya pertemuan itu tak menghasilkan apa-apa, hanya sekedar diskusi biasa.
Lalu, ada pula penyanyi Marcell Siahaan yang secara blak-blakan menolak RUU Permusikan. “Kalau tujuan tidak jelas, RUU cacat hukum,” kata Marcell Siahaan di Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Bahkan, penyanyi Danilla Riyadi sampai membuat petisi lewat platform digital di situs Change.org dengan judul #TolakRUUPermusikan. Ia menegaskan bahwa “RUU Permusikan tidak perlu dan justru berpotensi merepresi musisi”.
Danilla sendiri dikenal sebagai musisi independen alias indie, yang yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan.
Koalisi yang didukung sejumlah musisi dari berbagai aliran itu menilai beleid yang tengah disusun itu berpotensi tumpang tindih dengan sejumlah undang-undang yang sudah ada.
“RUU Permusikan: Tidak perlu dan Justru berpotensi merepresi musisi. Saya Danilla Riyadi, perwakilan dari teman-teman Koalisi Nasional Tolak Rancangan Undang-Undang Permusikan, bersama-sama menyusun petisi ini,” tulis Danilla mengawali penggalangan petisi tersebut pada Minggu, 3 Februari 2019.
Selain itu, Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan pun memberikan catatan terkait beleid ini. Salah satunya soal adanya sejumlah pasal karet yang terselip dalam racangan aturan tersebut.
Salah satunya ada di Pasal 5. Cholil Mahmud, vokalis Efek Rumah Kaca, mengatakan beleid itu memuat kalimat yang multi tafsir.
Di Pasal 5 RUU Permusikan disebutkan, seorang musisi dilarang menciptakan lagu yang menista, melecehkan, menodai, dan memprovokasi.
Cholil melihat rancangan pasal ini membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai.
Selain itu, pasal di dalam RUU Permusikan ini bertolak belakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin oleh konstitusi NKRI yaitu UUD 1945.
Dalam konteks ini, penyusun RUU telah menabrak logika dasar dan etika konstitusi dalam negara demokrasi.
RUU Permusikan Dinilai Tak Berdaya Guna
Salah satu masalah dari RUU Permusikan adalah pilihan penggunaan kata “permusikan” yang mencakup tema sangat luas.
Padahal itu tak akan bisa dicakup hanya dengan 54 pasal. Selain itu, ada ketidakjelasan mengenai siapa yang akan dilindungi oleh RUU tersebut: konten, pelaku, atau penikmat musik.
Menurut Marcel Siahaan, ketidakjelasan tersebut dinilai membuat RUU Permusikan tidak berdaya guna. Namun, ia enggan ikut protes terhadap pasal-pasal dalam draf peraturan itu karena rancangan tersebut sejak awal sudah dianggap cacat.
Menurutnya, kalau RUU sudah tidak berdaya guna, tidak usah meributkan soal pasal karena dari awal sudah tidak benar.
Akan lebih baik meninjau undang-undang yang sudah ada hubungannya dengan industri musik, kemudian merevisinya.
Atau, bisa saja bongkar RUU Permusikan, kemudian susun dari awal dengan menentukan tujuan yang jelas. Begitu tahu tujuannya, perlu diadakan kajian yang melibatkan banyak elemen, tidak cuma musisi-musisi, tapi ahli budaya hingga ahli hukum.
Sementara musisi Armand Maulana berpendapat bahwa masalah yang dimunculkan RUU Permusikan lebih disebabkan pasal-pasal yang tercantum yang tidak disosialisasikan secara maksimal.
Ia bahkan sangat menyayangkan kurangnya sosialisasi oleh para musisi yang terlibat dalam perumusan aturan ini.
Armand menjelaskan pasal yang ada dalam draf RUU ini tidak sempurna. Sebagai contoh, pasal-pasalnya belum mewakili para musisi.
Salah satunya adalah pasal 32 ayat 1 yang berbunyi, “Untuk diakui sebagai profesi, pelaku musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi”.
Pasal ini pun menimbulkan perdebatan di kalangan musisi. Dengan sosialisasi yang lebih intens, harapannya akan ada persetujuan dari seluruh musisi, paling tidak 85 persen musisi Indonesia.
Anang Hermansyah Tarik Usulan RUU Permusikan
Polemik RUU Permusikan yang terus memanas itu pun membuat Anang Hermansyah yang merupakan anggota Komisi X DPR RI tiba-tiba menarik diri dari kancah RUU Permusikan.
Padahal sebelumnya, ia dikenal sangat getol memperjuangkan RUU tersebut.
Pada Kamis 7 Maret 2019, Anang menyampaikan pernyataan pers yang isinya resmi menarik usulan RUU Permusikan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Pertimbangannya adalah masukan dan saran atas materi draft RUU Permusikan serta rencana musyawarah besar komunitas musik menjadi alasan penarikan usulan RUU Permusikan tersebut.
Anang mengatakan keputusan penarikan usulan RUU Permusikan sebagai tindak lanjut dari masukan dan tanggapan dari seluruh pihak di ekosistem musik di Tanah Air.
Intinya agar terjadi kondusivitas di seluruh pihak di ekosistem musik di Indonesia. Meski begitu, ia sendiri tak menampik bila RUU Permusikan telah menimbulkan polemik khususnya di ekosistem musik di Indonesia. (*)