Prosumut
Opini

Sengkarut Dana Pemda yang Mengendap di Bank

Oleh: Batara L. Tobing (Kolumnis Prosumut.com)

PROSUMUT – Menteri Keuangan Purbaya Sadewa berteriak atas saldo rekening anggaran di daerah yang menurutnya sangat besar dan mengindikasikan gagal fiskal atas kinerja keuangan pemerintahan daerah.

Saldo rekening daerah yang dibeberkan oleh menteri keuangan menurutnya berdasarkan data dari Bank Indonesia, malah berbuntut sanggahan dari beberapa kepala daerah yang merasa saldo rekening daerah yang di-declare oleh menteri keuangan tidak sesuai dengan catatan tentang saldo rekening yang dimiliki oleh daerah.

Paling tidak, ada dua hal yang menggelitik tentang sengkarut angka saldo rekening daerah yang mengendap di bank ini.

Pertama, begitu lemahkah sistem pengendalian internal pemerintah daerah atau Bank Indonesia terhadap anggaran dan saldo keuangan daerah, sehingga terdapat perbedaan yang material terhadap angka saldo keuangan antara Bank Indonesia dengan pemerintah daerah?

Dimana hal ini mengindikasikan tiadanya rekonsiliasi periodik antara saldo anggaran daerah yang mengendap di bank sehingga data yang dipakai diantara kedua institusi saling berbeda.

Rekonsiliasi periodik saldo rekening daerah antara pemda dengan Bank Indonesia ini sangat penting agar tidak membuat kebingungan di masyarakat.

Bayangkan bila diantara kedua institusi ini saling klaim saldo sebenarnya tentang rupiah anggaran yang tercatat di masing masing institusi, tentu menjadi sesuatu red flag tentang adanya kelemahan pengendalian internal atas pengelolaan keuangan, miris sekali.

Bila demikian, bagaimana pula penilaian atau opini Wajar Tanpa Pengeculian (WTP) BPK terhadap laporan keuangan Bank Indonesia dan pemerintah daerah, penilaian tertinggi atas kualitas dan transparansi laporan keuangan diantara kedua institusi.

Bukankah perbedaan angka saldo laporan keuangan meragukan diantara masing masing institusi yang berbeda, mengindikasikan adanya kelemahan pengendalian internal yang dapat menegasikan capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK yang setiap tahun melakukan audit terhadap institusi ini?

Kedua, saldo mengendap dana masyarakat (uang rakyat) yang ada di rekening kas daerah yang tidak segera digunakan untuk membiayai belanja daerah seperti pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan mengindikasikan gagal mencapai tujuan fiskal yang merugikan rakyat.

Dana yang hanya diam mengendap di rekening giro bank, biasanya memberikan bunga yang sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali.

Demikian pula bila dana kas daerah diparkir menjadi deposito dengan mengorbankan pemeliharaan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, tentu saja menjadi bias dari fugsi pemerintah daerah untuk tujuan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pembangunan, termasuk multiplier effect terhadap ekonomi rakyat.

Karena, capaian fiskal daerah tidak hanya diukur dari kemampuan memenuhi target pendapatan, tetapi juga dari efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran daerah untuk mencapai tujuan pembangunan.

Tentu saja saldo kas daerah yang mengendap di bank dapat secara langsung merusak capaian ini.

Setiap rupiah uang daerah yang mengendap di bank berarti ada rupiah anggaran daerah yang tidak digunakan untuk membangun jalan, memperbaiki sekolah, menambah fasilitas kesehatan atau program sosial lainnya yang menghambat target pembangunan daerah.

Dari pengalaman selama ini, ada beberapa hal yang menjadi biang kerok terjadinya penumpukan saldo kas daerah yang mengendap di bank, yaitu;

– Perencanaan APBD yang tidak matang, dimana perencanaan daerah tidak diterjemahkan dengan baik di dokumen panganggaran daerah, baik itu Kebijakan Umum APBD (KUA) maupun Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang berfungsi sebagai peta jalan atau acuan awal dan penentuan prioritas pembangunan daerah.

– Lambatnya proses pengadaan barang dan jasa sebagai akibat dari birokrasi yang berbelit belit atau hal lain yang disengaja atau tidak disengaja.

– Kapasitas SDM aparatur daerah yang rendah

Itulah sebabnya, mengapa pemerintah daerah cenderung melakukan belanja fiskal atau merealisasikan anggaran diakhir tahun yang berisiko perencanaan yang tidak matang, kualitas pekerjaan konstruksi, jasa atau pengadaan barang dibawah standar yang diharapkan, termasuk inefisiensi anggaran atau bahkan penyimpangan.

Dengan teriakan menteri keuangan terhadap saldo kas daerah yang mengendap dan idle di bank ini, semoga pemerintah daerah dan Bank Indonesia dapat disadarkan;

Pertama, betapa pentingnya selalu up date data keuangan antara pemerintah daerah dengan Bank Indonesia melalui rekonsiliasi keuangan secara periodik.

Kedua, agar pemerintah daerah selalu sadar akan tujuan utama terselenggaranya pemerintahan daerah yaitu tujuan pembangunan berkesinambungan dan kesejahteraan rakyat. (*)

BACA JUGA:  Sepakbola Asia yang Terbelah

Konten Terkait

Kebermaknaan Jawa Timur Dalam Pembangunan Indonesia Maju Dan Penguatan NKRI Berideologi Pancasila

Editor prosumut.com

Bahaya Sistem Proporsional Tertutup Bagi Anak Muda

Editor prosumut.com

Intoleransi dan Penghancuran Rumah Ibadah

Editor prosumut.com

Ken Dedes

Editor prosumut.com

Menyala Timnas Indonesia

Editor prosumut.com

Pahlawan dan Pandemi

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara