Prosumut
Hukum

Sebut Perdata, Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Pengancaman Minta Bebas

PROSUMUT – Penasihat hukum tiga terdakwa warga keturunan, kasus pengancaman dengan kekerasan, meminta majelis hakim membebaskan kliennya segala dakwaan.

Hal itu disampaikan dalam sidang beragendakan nota keberatan atas dakwaan (eksepsi), di ruang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin 23 September 2019.

Eksepsi tersebut, dibacakan secara bergantian oleh Superry Daniel Sitompul SH MH dan Pransisko Nainggolan SH MH.

Mereka beranggapan, bahwa terdakwa Anton Sutomo alias Ng Liong Tek (45), Sui Kui alias Ng Siu Kui alias Akui (59) dan Citra Dewi alias Atong (49), tidak memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

“Bahwa unsur memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, juga tidak terpenuhi,” ungkap Superry Sitompul, di hadapan Ketua Majelis hakim, Erintuah Damanik.

Selain itu, dalam eksepsinya, bahwa kasus yang terjadi pada April 2011 silam, baru dilaporkan ke pihak kepolisian pada 31 Juli 2018.

“Sehingga jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) memperhatikan tenggang waktu tersebut, maka pelaporan ini telah lewat waktu atau kadaluarsa. Oleh karena itu, JPU tidak akan melimpahkan perkara ini,” urai Superry yang didampingi Ferry Iwan S Tambunan dan Berlin Purba.

Lebih lanjut, penasihat hukum para terdakwa menganggap, bahwa perbuatan terdakwa bukan perbuatan tindak pidana.

Sebab, Akte No 10 tanggal 1 April 2011 Tentang pengikatan diri untuk melakukan jual beli terhadap dua bidang tanah, letaknya berdampingan yaitu sesuai SHM No 209 dan SHM No 210 dari saksi korban kepada pihak kedua, Haris Anggara, Anton Sutomo, Sui Kui dan Citra Dewi.

Kemudian, Akte No 125 tanggl 5 April 2011 Tentang akta jual beli terhadap tanah dan bangunan sesuai dengan SHM No 1792 dari saksi korban kepada pihak II, Haris Anggara, Anton Sutomo, Sui Kui dan Citra Dewi.

“Oleh karena perjanjian dibuat dibawah tekanan, maka surat akte tersebut menjadi tidak sah. Oleh karena itu, perkara ini merupakan ranah keperdataan,” timpal Pransisko Nainggolan.

Usai mendengarkan eksepsi terdakwa, majelis hakim menunda sidang pada Kamis (26/9) depan, dengan agenda jawaban JPU.

Dalam dakwaan JPU Randy Tambunan, kasus ini bermula pada tahun 2010, tentang harta atau aset antara saksi korban Ali Sutomo, dengan para terdakwa bersama Haris Anggara alias Liong Tjai (DPO).

Sekitar bulan Desember 2010, saksi korban Ali Sutomo mendatangi Liong Tjai, untuk meminta buku Bilyet Giro. Namun saksi korban tidak lagi bisa mengambil uang hingga terjadi pertengkaran antara mereka.

Lebih lanjut, beberapa hari kemudian terdakwa Anton Sutomo, mendatangi saksi korban dan mengatakan bahwa para terdakwa dan Liong Tjai, menawarkan kepada saksi korban untuk menyetujui pengembalian sebanyak 4 aset.

Diantaranya, Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Gajah Mada nomor 31 Petisah Hulu Medan Baru yaitu SHM nomor 169 atas nama Ali Sutomo.

Kemudian, Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Anggrek nomor 03 sampali Percut Seituan yaitu sertifikat HGB nomor 2544 atas nama Citra Dewi. Lalu, Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Lahat Sei Rengas 1 Medan yaitu sesuai dengan buku tanah HGB nomor 1297 atas nama Citra Dewi Ng.

Kemudian, Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Wahidin Baru nomor 5 kota Binjai yaitu sesuai dengan buku tanah Hak milik nomor 366 atas nama Ng Sui Kui.

Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh saksi korban. Kemudian sekitar akhir bulan Januari 2011, Liong Tjai memanggil tiga orang anak saksi korban yaitu Irsan Surya, Tommy Anggara dan Lia Sutomo untuk menemuinya di kantor yang berada di Jalan Asia No 75/77 Kelurahan Sei Rengas I Kecamatan Medan Kota.

Setelah bertemu dengan anak korban, Liong Tjai dan para terdakwa secara bersama-sama melakukan ancaman kekerasan terhadap anak-anak saksi Ali Sutomo.

Akibat ancaman itu, Ali Sutomo dengan terpaksa mengikuti dan melaksanakan ucapan para terdakwa dan Liong Tjai dengan menyerahkan 4 aset miliknya kepada terdakwa dan Liong Tjai, yang dilaksanakan pada tanggal 01 April 2011.

Dibawah ancaman bunuh, Ali Sutomo akhirnya menandatangani akte jual beli dan surat-surat lain tentang peralihan hak di hadapan notaris Winston SH. Alhasil, korban mengalami kerugian sekitar Rp30 miliar.

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 368 ayat (2) ke-2, Pasal 368 dan Pasal 335 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (*)

Konten Terkait

Apdesi Sumut Dukung Polisi Bekuk Fery Kiteng

admin2@prosumut

Wiranto Akui Sudah Maafkan Kivlan Zen, Tapi…

Editor prosumut.com

Tersangka Hoax Server KPU Ditangkap, Salah Satunya Emak-emak

Editor prosumut.com

Prabowo & Sandi ke Luar Negeri, Kompatriotnya Pada Masuk Bui

Val Vasco Venedict

Youtube Dituduh Langgar Privasi Anak, Google Didenda Rp 2,4 T

Editor prosumut.com

Sebut Ada Kriminalisasi, Ketua KNPI Siap Diperiksa

Val Vasco Venedict
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara