PROSUMUT – Quick count atau hitung cepat dianggap membuat kegaduhan publik selama Pemilu 2019. Kini data situng Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga disiarkan di situs resmi KPU dan sebagian orang masih merasa tidak puas.
Situng KPU juga dianggap menggiring opini kemenangan salahsatu paslon yakni pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin. Sehingga pendukung pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandi meminta situng KPU juga dihentikan.
Permintaan itu diketahui datang dari Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS).
Terkait itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung memberi tanggapan.
Ia mengatakan real count memang sudah ada dari saat Pemilu sebelumnya di 2004.
Real count yang situng ini, kata dia, sebagai referensi alat bantu yang sebenarnya juga sudah ada.
Ia berpendapat, permintaan penghentian perhitungan cepat oleh Habib Rizieq Syihab (HRS) merupakan hal yang aneh.
Bahkan perhitungan cepat ini dinilainya justru menunjukan proses demokrasi yang semakin maju dan dewasa.
“Kalau situngnya di-take down misalnya, kan masih ada kawal pemilu yang kurang lebih nanti hasilnya sama. Karena materi perhitungan C1-nya juga sama,” kata dia.
Ia meminta pihak yang tidak puas dengan hasilnya tak lantas bisa menyuruh pemerintah untuk menghapusnya.
“Jangan karena nggak sesuai harapannya minta dihapus dan sebagainya,” tambahnya.
Pramono juga mengaku semakin heran, lantaran kubu lawan justru mempercayai hasil perhitungan cepat untuk pemilihan legislatif. Namun tak percaya terhadap hasil perhitungan cepat pilpres.
Sebelumnya, Pramono menerangkan bahwa pertemuan antara Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Presiden Joko Widodo pada Kamis (2/5) lalu dilakukan untuk menurunkan ketegangan di masyarakat pascapemilu.
Ia berharap pertemuan itupun tidak diartikan macam-macam terkait pemilu ini.
“Pertemuan-pertemuan Presiden dengan mungkin nanti akan dengan tokoh lain dimaknai untuk melihat perspektif yang lebih luas terhadap hal tersebut,” kata dia. (*)