PROSUMUT – Terkait langkah penutupan sejumlah ruas jalan di Kota Medan sejak Sabtu 28 Maret 2020 oleh Pemko Medan bersama Polrestabes, mendapat tanggapan negatif dari masyarakat. Sebab apa yang terjadi di lapangan, justru tidak sejalan kebijakan pemerintah pusat.
Pengamat Hukum dan Pemerintahan dari UMSU, Rio Affandi Siregar mengatakan bahwa kebijakan penutupan ruas jalan ini justru menimbulkan tanda tanya besar, bahkan bisa dibilang tanpa alasan dan pertimbangan yang jelas. Sebab tidak diketahui dasar hukumnya apa.
“Tidak ada sosialisasi yang meluas dilakukan Pemko Medan, sehingga banyak warga yang belum tahu. Kemudian penutupan ini juga kesannya seperti lockdown. Sementara pemerintah pusat belum memutuskan itu,” ujar Rio kepada wartawan, Minggu 29 Maret 2020.
Dirinya juga mempertanyakan maklumat Kapolri tentang penanganan Covid-19, yang di dalamnya tidak ada poin menunjukkan tentang penutupan ruas jalan seperti di Kota Medan.
Begitu juga Pemerintah Provinsi melalui Gubernur Sumut, juga tidak ada pernyataan resmi bahwa di kabupaten/kota akan ada penutupan ruas jalan.
“Apakah ini sudah dikoordinasikan ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi? Ini penting diberitahukan ke masyarakat, sebab apa pun langkahnya harus jelas dan terukur, tidak terkesan jalan sendiri-sendiri,” sebutnya.
Menurut Rio, niat Pemko Medan menutup ruas jalan adalah untuk kebaikan. Namun kebijakan tersebut harus dengan koordinasi jelas hingga ke pusat, agar tidak tumpang tindih dan membingungkan masyarakat.
“Pernyataan Menkopolhukam bahwa kanrantina wilayah, seperti dilakukan Pemko Medan, belum ada payung hukumnya. Makanya pemerintah pusat masih menggodok peraturan pemerintah untuk itu. Makanya patut dipertanyakan penutupan ruas jalan di Kota Medan, dasar hukumnya apa?” katanya.
Dijelaskan Rio, pemerintah pusat masih menerapkan pembatasan jarak sosial hingga jarak fisik (social distancing and phisycal distancing), bukan lockdown baik menyeluruh maupun sebagian, termasuk karantina wilayah. Sehingga pemerintah daerah tidak boleh mengambil kebijakan sendiri.
“Keputusan lockdown itu dari pemerintah pusat. Jangan kesannya seolah negara ini seperti autopilot. Karena apapun itu, seperti karantina wilayah, harus dikaji juga dampak sosial dan ekonomi masyarakat,” tambahnya.
Pertanyaan yang muncul kemudian kata Rio, apakah Pemko Medan punya anggaran untuk mengatasi kebutuhan masyarakat yang hidupnya bergantung dari penghasilan harian? Contohnya ojek dan pedagang yang mencari rezeki harian, dengan tingkat ekonomi menengah kebawah.
“Kita paham semua pihak khawatir dengan wabah ini, sehingga langkah antisipasi terus diupayakan. Tetapi tetap jangan mengabaikan kepentingan ekonomi orang kecil. Belum lagi dengan penutupan ruas jalan, terjadi penumpukan kendaraan di sejumlah titik,” pungkasnya. (*)