PROSUMUT – Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.314 perdolar AS pada perdagangan pasar spot Jumat 8 Maret 2019 sore. Rupiah tercatat turun tajam 1,21 persen dibandingkan penutupan pada Rabu kemarin, yakni Rp14,142 per dolar AS.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.223 per dolar AS atau menguat dibanding kemarin Rp14.129 per dolar AS. Adapun pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.220 hingga Rp14.335 per dolar AS.
Sebagian besar mata uang Asia menunjukkan pelemahan pada hari ini. Won Korea Selatan melemah sebesar 0,64 persen, yuan China melemah sebesar 0,12 persen, kemudian ringgit Malaysia juga mencatat pelemahan 0,07 persen. Selain itu, peso Filipina juga mencatat pelemahan sebesar 0,05 persen.
Di sisi lain, terdapat mata uang Asia yang menguat terhadap dolar AS, seperti dolar Singapura sebesar 0,08 persen, baht Thailand sebesar 0,15 persen, dan rupee India sebesar 0,18 persen. Juara Asia kali ini diduduki oleh yen Jepang yang menguat 0,45 persen terhadap dolar AS.
Hari ini, mata uang negara maju juga bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Poundsterling Inggris tercatat menguat 0,09 persen dan euro juga menguat 0,12 persen. Sementara itu, dolar Australia tidak bergeming terhadap dolar AS.
Analis Monex Investindo, Dini Nurhadi Yasyi, mengatakan faktor pelemahan rupiah disebabkan karena dolar AS yang tengah di atas angin. Pelaku pasar kini memburu dolar AS karena negara Paman Sam itu dianggap sebagai negara yang paling aman secara investasi lantaran seluruh negara meramal pertumbuhan ekonomi tahun ini masih akan muram.
Utamanya, lanjut Dini, sentimen berasal dari pengumuman bank sentral Eropa yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 1,9 persen ke 1,1 persen. Selain itu, bank sentral Eropa juga tidak memberikan prospek mengenai kenaikan suku bunga tahun ini. Padahal, pasar sebenarnya menunggu bank sentral Eropa untuk menaikkan suku bunganya di tahun ini.
“Itu yang membuat nilai dolarnya naik tajam. Di tengah negara-negara lain masih mengkhawatirkan perlambatan ekonomi, bisa dibilang hanya AS yang prospek pertumbuhan ekonominya paling baik. Jadi para pelaku pasar ramai-ramai berburu dolar AS yang keuntungannya paling menjanjikan,” ujarnya, Jumat 8 Maret 2019.
Nilai dolar, lanjut Dini, juga terus naik karena ditopang sentimen negatif bagi poundsterling Inggris. Ini karena pasar masih bersikap skeptis terhadap kelanjutan dari drama keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit. (*)