PROSUMUT – Pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menimbulkan spekulasi. Mungkinkah pertemuan itu menjadi indikasi munculnya blok baru dalam politik Indonesia?
Surya Paloh dan Partai Nasdem tampak kembali bermanuver. Setelah beberapa waktu lalu mengumpulkan ketua-ketua umum Partai Golkar, PKB, dan PPP, mereka kembali masuk tajuk utama pemberitaan saat bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pertemuan itu menjadi tajuk tak hanya karena terjadi di tengah wacana kumpul kebo (kumbo) politik antara Joko Widodo (Jokowi), PDIP dan Gerindra.
Ada satu hal yang membuat perjumpaan itu dibicarakan, yaitu sebab Surya Paloh dan Nasdem isyaratkan mereka siap mendukung Anies di Pilpres 2024.
Tentu, hal ini kemudian buru-buru diklarifikasi bahwa pernyataan ini tak sepenuhnya bermaksud demikian. Meski begitu, pernyataan tersebut terlanjur jadi pembicaraan dan menimbulkan berbagai spekulasi terkait dinamika politik dalam beberapa waktu ke depan.
Berbagai pertanyaan kemudian muncul karena Nasdem selama ini kerap tak punya posisi politik yang sama dengan Anies dan kelompok-kelompok di sekelilingnya.
Pada titik tersebut, mulai timbul spekulasi apakah Surya Paloh sudah siap mencari perahu baru di tengah berbagai pembicaraan tentang kumpul kebo politik Jokowi, PDIP, dan Gerindra.
Terlepas dari berbagai bantahan yang dikeluarkan oleh Nasdem, sulit untuk tidak bertanya-tanya terkait ujung manuver politik ini. Lalu, apa sebenarnya makna dari pertemuan Surya dan Anies tersebut?
Manuver Baru
Di atas kertas, sulit sebenarnya bisa membayangkan Nasdem dan Anies Baswedan bisa tampil akur. Selama beberapa waktu terakhir, partai yang identik dengan slogan restorasi Indonesia ini tergolong getol mengkritik sang gubernur baik di media maupun di DPRD DKI Jakarta.
Memang, nama Anies sebenarnya tak terlalu asing bagi sejarah Nasdem. Mantan Mendikbud ini tercatat sebagai salah satu tokoh pendiri Nasdem saat masih berbentuk ormas.
Meski demikian, dengan riwayat sikap selama beberapa waktu terakhir, pertemuan Surya dan Anies tetap menjadi hal yang cukup mengagetkan.
Bagaimanapun, manuver Surya dan Nasdem akan dikaitkan dengan dinamika pasca Pilpres 2019 yang hingga saat ini masih terus berlangsung.
Belakangan ini, muncul indikasi bahwa kumpul kebo politik antara PDIP dan Gerindra sudah semakin kuat sehingga bisa menggerus kekuatan partai-partai lain di lingkaran Jokowi seperti Nasdem.
Apalagi, Surya dan Anies tampak tak hanya sekadar bertemu. Meski tak tegas memberikan dukungan kepada Anies, Surya menyebut bahwa mantan rektor Universitas Paramadina itu memiliki potensi untuk menjadi capres 2024. Spekulasi pun mengemuka bahwa Surya Paloh mulai memprospek Anies sebagai capres di masa depan.
Pertemuan Surya dan Anies kemudian diinterpretasikan sebagai gerak cepat Nasdem untuk menanggapi semakin intensnya komunikasi antara PDIP dan Gerindra.
Pasalnya, sulit untuk tidak melihat bahwa pemilihan waktu pertemuan Surya-Anies dan Megawati-Prabowo yang beriringan sebagai suatu kebetulan.
Sebelumnya, Surya sebenarnya juga telah mengadakan pertemuan dengan partai-partai lain di lingkar koalisi Jokowi. Di atas kertas, seperti Nasdem, partai-partai ini juga terancam kekuatannya jika Gerindra bergabung ke dalam lingkaran partai pendukung Jokowi.
Tampak bahwa Surya Paloh dan Nasdem mulai menjadi sosok sentral baru dalam berbagai dinamika politik pasca Pilpres 2019. Pertemuannya dengan Anies bisa diinterpretasikan sebagai langkah lanjutan dari Surya dan Nasdem sebagai sentral baru tersebut.
Tak Hanya Suara
Jika diperhatikan, boleh jadi Nasdem sudah mulai menyiapkan semacam exit strategy ketika kemesraan PDIP sudah semakin tak terbendung dan berpotensi menggerus posisi mereka di lingkar koalisi Jokowi. Strategi ini boleh jadi tak hanya berlaku jangka pendek, tetapi juga jauh hingga musim Pemilu 2024.
Dalam kadar tertentu, langkah-langkah politik Nasdem memiliki ciri-ciri serupa dengan presidentialized party yang dikemukakan oleh Thomas Poguntke dan Paul Webb. Partai seperti ini umumnya hanya mengincar kemenangan di tingkatan Pilpres saja.
Memang, pada awal kemunculannya, Nasdem dapat dikategorikan sebagai sebuah personalized party. Partai ini cenderung mengandalkan ketokohan pendirinya Surya Paloh pada periode awal peluncuran partai.
Meski begitu, hal ini mengalami perubahan terutama pada Pilpres 2019.
Nasdem menjadi salah satu partai paling awal yang memberikan dukungan secara resmi kepada Jokowi. Padahal, Jokowi sendiri bukanlah kader murni Nasdem.
Partai ini kemudian seperti mengharapkan coattail effect atau efek ekor jas dengan mendukung Jokowi melalui kampanye masif bertajuk “Jokowi Presidenku, Nasdem Partaiku.”
Meski sikap presidentialized party ini lebih banyak dikaitkan dengan upaya memaksimalkan perolehan suara, pada praktiknya boleh jadi tak selalu berlaku demikian.
Menurut David J. Samuels dalam Presidentialized Parties The Separation of Powers and Party Organization and Behavior, suara tersebut sebenarnya menjadi hal yang instrumental untuk mendapatkan kursi atau keuntungan dalam hal kebijakan.
Saat ini, potensi kursi dan kebijakan yang diharapkan oleh Nasdem ini bisa saja tak maksimal seiring dengan intensnya komunikasi PDIP dan Gerindra.
Sebagai presidentialized party, Nasdem kemudian bisa saja mencari sosok lain yang berpotensi menjadi presiden. Anies bisa saja masuk hitungan sebagai prospek jangka panjang bagi Nasdem.
Blok Baru?
Merujuk pada kondisi tersebut, wajar jika Nasdem dan Surya Paloh kemudian kini mulai menyiapkan berbagai strategi jika kumpul kebo politik antara PDIP dan Gerindra di lingkaran Jokowi benar-benar terjadi.
Partai tersebut secara rasional tentu tak hanya mengharapkan keuntungan suara saja tatkala memutuskan mendukung Jokowi.
Dalam kadar tertentu, Nasdem dan Surya boleh jadi berpotensi mengalami frustrasi saat melihat potensi berdampingnya PDIP-Gerindra yang bisa mengurangi jatah kursi mereka.
Hal ini dapat diindikasikan melalui langkah mereka yang secara cepat membuka komunikasi dengan Anies.
Wajar jika Nasdem mulai membuka hubungan dengan Anies sejak jauh-jauh hari. Sebagai presidentialized party, mereka memiliki kecenderungan mendukung tokoh populer.
Harapannya boleh jadi tak hanya sekadar suara tetapi juga soal jabatan dan kebijakan tertentu di masa depan.
Yang juga menarik adalah bagaimana sikap mereka ini akan mempengaruhi entitas-entitas politik lain di sekelilingnya.
Sebagaimana diketahui, Surya dan Nasdem sepertinya tengah membangun kekuatan baru di luar kohabitasi antara PDIP dan Gerindra bersama partai-partai lain. Selain itu, yang juga dinanti adalah lingkar orang-orang yang ada sekitar Surya.
Bos Media Group ini sebenarnya memiliki pertalian dengan salah satu keluarga paling kuat di negeri ini yaitu Keluarga Cendana. Dalam catatan David Hill, Surya memiliki relasi dengan putra Soeharto Bambang Trihatmojo yang terkenal dengan grup usaha Bimantara.
Nasdem boleh jadi frustrasi dengan potensi merapatnya Gerindra ke kubu Jokowi sehingga mulai menerawang blok baru.
Dengan sikap Surya dan Nasdem yang mulai terindikasi mencari peluang di luar Jokowi, patut dicari lebih lanjut ke mana kemudian kelompok-kelompok tersebut akan berlabuh.
Hingga saat ini, belum ada indikasi bahwa entitas-entitas di sekitar Surya ini apakah akan ikut dalam memberikan dukungan kepada Anies atau tidak.
Terlepas dari hal itu, pertemuan Surya dan Anies tampak membuat konstelasi politik pasca Pilpres 2019 menjadi lebih cair. Bisa saja di kemudian hari dukungan Nasdem akan benar-benar berlabuh kepada Anies.
Yang jelas, untuk saat ini, sulit untuk tak berspekulasi bahwa pertemuan Surya-Anies adalah cerminan ketidakselarasan Nasdem kepada pertemuan Megawati dan Prabowo. (*)