Prosumut
Umum

Menggagas Jurnalisme sebagai Bentuk Layanan Publik Berbayar

PERKEMBANGAN teknologi komunikasi telah mengubah bagaimana media diproduksi dan dikonsumsi. Di satu sisi, teknologi digital memungkinkan konglomerasi media terus mengembangkan jaringan untuk menarik penonton dalam jumlah besar. Namun di sisi yang lain, teknologi juga membuat para penonton lebih berdaya dibanding sebelumnya. Mereka sekarang bisa memproduksi dan mendistribusikan informasi sendiri tanpa bantuan wartawan profesional maupun media.

Menanggapi perubahan yang ada, Peter Fray, seorang wartawan kawakan Australia yang menjadi profesor praktik jurnalisme dari University of Technology Sydney mengatakan perlu adanya model bisnis media yang baru yang bisa merespons peluang-peluang yang muncul.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta akhir-akhir ini, dia menawarkan ide tentang “menjual” produk jurnalisme sebagai sebuah bentuk layanan atau servis.

BACA JUGA:  Danantara Indonesia-BP BUMN Kerahkan 1.000 Lebih Relawan dan 100 Truk Bantuan Kemanusiaan untuk Penanganan Bencana

Diskusi yang mengambil tema “Media dan Politik dalam Era Digital” dan diadakan atas kerja sama antara Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan The Conversation, Fray dan dosen Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Andina Dwifatma membahas bagaimana perubahan hubungan antara media dan khalayak bisa membuka peluang bagi media untuk bisa menjual produknya sebagai sebuah bentuk jasa.

Sebagai penyedia layanan jasa, Fray berpikir bahwa media layak dibayar karena sudah memberikan informasi kepada khalayak. Dia menyamakan media dengan kafe.

BACA JUGA:  MPC PP Rokan Hulu Salurkan Bantuan Kemanusiaan ke Tiga Provinsi Terdampak Banjir

“Kalau kita ke kafe membeli kopi, kita harus bayar […] Kita bersedia membayar kopi tersebut karena itu adalah sebuah bentuk jasa. Jadi saya kira kita harus melihat jurnalisme sebagai suatu jasa yang orang-orang bersedia bayar,” timpalnya.

Ide tentang jurnalisme sebagai layanan bukanlah hal baru. Penulis dan wartawan Amerika Amy Webb menulis bahwa bentuk model bisnis ini tak terelakkan di tengah-tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat. Dengan model bisnis seperti ini, media menjual jasanya untuk membuat masyarakat untuk tetap mendapat informasi. Di tengah maraknya kesalahan informasi dan penyebaran berita palsu, media jelas mempunyai keunggulan dalam menawarkan produknya.

BACA JUGA:  PLN UP2B Sumbagut Pantau Keandalan Sistem Kelistrikan Pascabencana di Aceh dan Sumut

Fray juga menambahkan bahwa untuk bisa berhasil dengan model bisnis seperti ini, satu hal yang bisa dilakukan oleh media yaitu mendengarkan pelanggannya yaitu para pembaca, pendengar atau penonton.

Andina kemudian menjelaskan setidaknya ada tiga cara bagaimana media bisa mendengarkan lebih pembacanya.

Digital teknologi telah membawa perubahan bagaimana media seharusnya bekerja. Menjadikan media sebagai sebuah bentuk layanan adalah sebuah bentuk usaha yang bisa dijalankan untuk menanggapi perubahan ini. Dan jika sebuah media ingin berhasil sebagai sebuah produk layanan, satu hal terpenting yang bisa dilakukannya adalah mendengarkan pembacanya.

Selamat mendengarkan! (*)

Konten Terkait

Penjahit Ditemukan Tewas Dalam Kios Tempatnya Bekerja

admin2@prosumut

Bersama, Kapolres dan Danyon Marinir di Langkat Latihan Menembak

Editor prosumut.com

Dorong Wisata Desa Hutatinggi, Sandiaga Sumbangkan Dua Kerbau

Editor prosumut.com

Pemilik Bangunan Liar di Atas Lahan Kebun Hadang Penertiban

Editor prosumut.com

Laka Lantas di Tebingtinggi, Istri Pejabat Tobasa Jadi Korban

admin2@prosumut

Polisi Sita 2 Alat Berat di Lokasi Galian C Bhakti Karya Binjai

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara