PROSUMUT – Pendiri Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM), dr Sofyan Tan menceritakan pengalamannya yang rela memilih mengembangkan dunia pendidikan ketimbang dunia kesehatan. Motivasi Anggota Komisi X DPR RI ini membangun sekolah karena demi memutus rantai kemiskinan.
Hal itu diungkapkan Sofyan Tan dalam kegiatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-35 Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda di Jalan Sunggal, Medan, Kamis 25 Agustus 2022. Turut hadir dalam kegiatan Mendikbud Ristekdikti Nadiem Makarim dan para tamu undangan.
Sofyan Tan mengungkapkan, keinginannya membangun sekolah muncul dari pengalaman hidupnya yang pahit. “Perjalanan untuk sampai 35 tahun tidak mudah, karena latar belakang saya sendiri mendirikan sekolah ini dari keluarga yang kurang mampu.
Saya seorang dokter, tapi kenapa malah ingin membangun dan mengembangkan dunia pendidikan. Saya lahir dari latar belakang keluarga yang sangat miskin. Bapak saya adalah seorang tukang jahit. Dengan 10 bersaudara, hidup miskin sangat tidak nyaman,” ungkapnya.
Kehidupan ekonomi yang kurang tersebut membuat Sofyan Tan banting tulang. Saat masa kuliah, dia terpaksa harus bekerja dengan mengajar untuk membiayai kebutuhan hidup dan kuliah. “Saya terpaksa harus tidur hanya empat jam sehari karena demi menjalani hidup lantaran kondisi ekonomi yang susah,” ucapnya.
Di sisi lain, dia mengalami diskriminasi saat studi kedokteran karena ketidaksukaan dosen terhadap orang Tionghoa pada waktu itu. Akibatnya, terlambat tamat menjadi dokter padahal studi dokter lokalnya selesai dengan cepat.
“Akan tetapi, semua itu tidak membuat saya memilih dendam berkelanjutan. Pengalaman hidup yang pahit tersebut saya balas dengan penuh cinta kasih, yaitu mendirikan Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (pada Agustus 1987),” kata Sofyan Tan.
Saat membangun sekolah, ada anggapan hal ini menjadi sesuatu yang tidak masuk akal atau tidak lazim, karena orang miskin ingin menolong yang miskin. Namun dia tidak kehilangan akal.
“Saya nekat meminjam sertifikat tanah milik teman untuk diagunkan ke bank dan mendapatkan pinjaman Rp 60 juta. Uang tersebut lalu saya gunakan untuk membangun sekolah, dengan hasil tujuh kelas dan empat ruangan. Sedangkan tenaga pengajar berjumlah 15 orang. Saya rela berhutang membangun sekolah untuk orang-orang yang tidak mampu,” jelasnya.
Selain memutus rantai kemiskinan, menurut Sofyan Tan, sekolah yang didirikannya bertujuan untuk membangun keberagaman dan menghasilkan generasi yang penuh toleransi serta penghargaan terhadap setiap insan. Karena itu, sekolah ini membuat beberapa program sosial, yaitu anak asuh, berantai dan bersifat silang.
“Sekolah ini memiliki pedoman bahwa semua orang berhak mendapatkan pendidikan, yang kaya membayar penuh dan yang kurang mampu bisa mendapatkan pengurangan biaya. Sedangkan yang sangat tidak mampu bisa ikut program beasiswa anak asuh,” ujarnya. (*)
Editor : Muhammad Idris