PROSUMUT – Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengadakan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Tingkat Sumut Tahun 2024 yang dilaksanakan pada 13-16 November.
FTBI Sumut 2024 tersebut, diikuti pelajar tingkat SD dan SMP sederajat dari 12 kabupaten/kota di Sumut. Adapun 12 kabupaten/kota tersebut, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Padanglawas Utara, Padangsidimpuan, Humbang Hasundutan, Toba, Asahan, Langkat, Tapanuli Utara, Nias dan Simalungun.
Kepala Balai Bahasa Sumut, Hidayat Widiyanto mengatakan, kegiatan FTBI ini sudah berlangsung selama tiga tahun. Tahun pertama (2022), melibatkan lima kabupaten/kota. Tahun kedua (2023), 10 kabupaten/kota. Tahun ketiga (2024), 12 kabupaten/kota.
“Kami telah melakukan komunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang sudah melaksanakan revitalisasi bahasa daerah selama tiga tahun, maka tahun berikutnya tidak akan kami dampingi.
Kami berharap, lima kabupaten/kota di tahun pertama bisa melakukan secara mandiri, bisa melakukan revitalisasi bahasa daerah dengan dukungan dari sumber daya, baik dari dukungan sumber daya penganggaran kabupaten, sumber daya manusia, maupun sumber daya yang bisa dilaksanakan untuk menguatkan revitalisasi bahasa daerah di tempat mereka,” ungkap Hidayat saat diwawancarai di sela-sela kegiatan yang digelar di Hotel Le Polonia, Medan, Kamis malam, 14 November 2024.
Hidayat menuturkan, ada delapan bahasa atau dialek yang diikutsertakan dalam FTBI 2024, yaitu revitalisasi bahasa daerah Melayu dialek Panai, Melayu dialek Sorkam, Melayu dialek Asahan, Melayu dialek Langkat, Batak dialek Angkola, Batak dialek Toba, Batak Simalungun, dan Bahasa Nias.
“Pak menteri Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah) sudah memastikan, bahwa revitalisasi bahasa daerah akan dilanjutkan. Karenanya, tahun berikutnya kami akan bergeser ke bahasa-bahasa (daerah) yang lain.
Untuk itu, kami berharap semua pemangku kepentingan dari 33 kabupaten/kota yang ada di Sumut dapat mendukung dan peduli dengan bahasa daerah yang ada di lingkungannya.
Kalau pemerintah daerah saja tidak peduli, bagaimana orang lain? Nanti kalau sudah punah, hilang, tidak terdaftar, barulah menyesal atau didaftarkan di negara lain,” terang Hidayat.
Lebih lanjut dia mengatakan, revitalisasi bahasa daerah sudah menjadi kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Dikdasmen untuk melakukan model revitalisasi bahasa daerah ala Indonesia.
Bahkan, ini juga sudah dicatatkan di UNESCO sebagai satu model yang bisa dikembangkan di seluruh dunia.
“Kami akan merambah semua kabupaten/kota dan semua bahasa. Namun karena keterbatasan sumber daya, maka tentu kami akan melakukan secara bertahap dan sasarannya menggunakan pola yang kami lakukan selama ini,” pungkas Hidayat. (*)
Editor: M Idris