PROSUMUT – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyebut tingkat kepatuhan anggota legislatif di daerah terkait pelaporan harta kekayaan masih sangat rendah.
Sepanjang tahun 2018, hanya sekitar 27,85 persen legislator daerah yang melaporkan harta kekayaannya kepada lembaga antirasuah.
“KPK masih mendapati kepatuhan pelaporan harta kekayaan oleh anggota legislatif di daerah masih rendah, yaitu sekitar 27,85 persen,” ujar Agus dalam paparan kiberja akhir tahun KPK di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2018).
Dengan data itu, Agus berharap para legislator daerah yang enggan datang langsung ke Jakarta guna melaporkan harta kekayaan bisa melaporkannya secara periodik melalui aplikasi elektronik, e-LHKPN.
Setidaknya, aplikasi tersebut bagian dari usaha lembaga antirasuah dalam meningkatkan kesadaran penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya.
“Efektif mulai 1 Januari 2018, seluruh wajib LHKPN melaporkan hartanya dengan aplikasi elektronik (e-LHKPN) secara periodik pada 1 Januari hingga 31 Maret setiap tahunnya,” kata Agus.
Agus mengatakan sepanjang 2018, KPK telah menerima 192.992 LHKPN. Rinciannya, 65,58 persen dari 238.482 wajib lapor di tingkat eksekutif, sebanyak 24,62 persen dari 18,224 wajib lapor di tingkat legislatif, sebanyak 47,75 persen dari 22.522 wajib lapor di tingkat yudikatif, dan 84,02 persen dari 25.418 wajib lapor BUMN/BUMD.
KPK juga telah menerima 1.990 laporan gratifikasi dari pejabat negara. Sebanyak 930 di antaranya dinyatakan milik negara. Kemudian, 3 ditetapkan milik penerima dan 290 laporan masih dalam proses penelaahan.
“Dari laporan gratifikasi ini, total gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara adalah senilai Rp 8,5 miliar termasuk di dalamnya uang lebih dari Rp 6,2 miliar yang telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dan berbentuk barang senilai Rp 2,3 miliar,” kata Agus Rahardjo.
Sementara, sepanjang 2018, KPK sudah mengembalikan Rp 500 miliar ke kas negara dari sejumlah kasus yang ditangani. Hal itu disampaikan Ketua KPK, Agus Rahardjo.
“Lebih dari Rp 500 miliar telah dimasukkan ke kas negara dari penanganan perkara,” ujar Agus dalam kesempatan yang sama.
Menurut Agus, Rp 500 miliar itu didapatkan lembaganya dari hasil lelang, barang sitaan dan pengembalian lain dari perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Untuk TPPU senilai Rp 44,6 miliar,” kata Agus.
Sepanjang tahun ini pula, kata Agus, KPK menangani 152 perkara diikuti pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara, serta TPPU sebanyak enam perkara.
Dalam penanganan perkara berdasarkan dari tingkat jabatan, Agus mengungkapkan bahwa anggota DPR atau DPRD paling banyak terjerat. Yakni 91 perkara disusul 50 perkara yang melibatkan pihak swasta.
“28 perkara melibatkan kepala daerah (26 kepala daerah aktif dan 2 mantan kepala daerah), 20 perkara melibatkan pejabat eselon I dan IV,” kata Agus.
Sehingga secara total menurut Agus, tim penindakan KPK sepanjang tahun 2018 telah melakukan 157 kegiatan penyelidikan, 178 penyidikan dan 128 penuntutan.
“Itu sudah juga melakukan eksekusi terhadap 102 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” kata Agus. (editor)