PROSUMUT – Ratusan warga di Desa Nambiki Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat Sumatera Utara, harus hidup terlantar tanpa tempat tinggal. Kondisi itu dampak dari tindakan okupasi (penguasaan) lahan yang diklaim masih berstatus HGU PT LNK hingga Desember 2020.
Warga pun terpaksa tinggal di tenda darurat yang didirikan di tepi Jalan Lintas Binjai-Kuala. Begitu juga peralatan rumah tangga, seperti alat dapur pun seadanya. Termasuk bagi anak sekolah, dimana buku dan seragam sekolah tidak diketahui keberadaannya akibat pembersihan lahan menggunakan alat berat.
“Ada 8 rumah yang ter dampak, 4 rumah di antaranya rusak habis. Sekarang enggak bisa dilalui lagi, karena sudah dikorek jadi parit. Masyarakat terlantar, tidur di tenda-tenda pinggir jalan dan belum ada dapat ganti rugi,” ujar Gema Tarigan perwakilan Forgamka yang mendampingi masyarakat sekitar, Selasa (6/8/2019).
Kini masyarakat sedang berjuang bertahan hidup dan menempuh jalur hukum. Menurutnya, yang belum tuntas diberi tali asih sekitar 50 KK lebih.
Sementara itu, lahan seluas 24 hektar yang dikuasai PT Langkat Nusantara Kepong (LNK), sejumlah di antaranya diduga digugat perdata ke Pengadilan Negeri Stabat.
Surat gugatan nomor 27/Pdt.G/2019/PN Stb diterima Panitera Muda Perdata Hj Anggraini Dewi pada 19 Juli 2019 lalu. Karena itu, okupasi yang dilakukan PT LNK disesalkan masyarakat.
Ditambah, perusakan bangunan semi permanen milik 4 Kepala Keluarga juga dilakukan PT LNK tanpa memberi ganti rugi. Mereka adalah Nirmala br Karo, Bangku Ngena br Ginting, Karsa br Sembiring dan Saminah br Ginting.
Karena itu, sejatinya okupasi tidak dapat dilakukan. “Seharusnya para pihak menahan diri dan menghargai proses peradilan yang tengah berjalan,” ujar Pengamat Hukum, Redyanto Sidi.
“Selama belum ada putusan peradilan, para pihak harusnya menahan diri dan tidak ada yang mengklaim dan menguasai,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum PT LNK, Sastra tak dapat menjelaskan besaran tali asih yang diterima masyarakat jika memiliki bangunan semi permanen ataupun hanya menguasai lahan. Ia mengaku tak ingat nilai tali asih.
Begitu juga dengan proses hukum di PTUN. Ia tidak dapat menjelaskan karena tidak diberi kuasa hukum dari PT LNK menangani kasus tersebut. “Bukan aku yang menangani, pengacaranya lain,” katanya.
“Ketentuan sudah ada. Aku lupa (nilai tali asih),” sambungnya melalui telepon selular.
“Yang sama aku satu orang,” jawabnya soal masyarakat yang datang ke posko yang sudah didirikan saat okupasi berlangsung.
Soal gugatan perdata di PN Stabat, ia menjawab tahu. Bahkan, ia juga yang rencananya menangani perkara tersebut. (*)