PROSUMUT – Tidak seperti rilis inflasi nasional yang justru mengalami deflasi, Sumut pada rilis Badan Pusat Statistik pada Agustus 2020 membukukan kinerja inflasi sebesar 0,06 persen. Angkanya tidak berbeda jauh dari ekspektasi sebelumnya.
Namun demikian, jangan disimpulkan Sumut akan keluar dari resesi nantinya melainkan harus rasional dalam melihat fakta yang tersaji di lapangan. Akan tetapi, tentunya diharapkan mampu keluar dari resesi.
Menurut pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, inflasi di Sumut saat ini dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai dan emas. Cabai naik setelah di bulan sebelumnya harga cabai sangat rendah.
“Petani enggan turun ke ladang, banyak lahan yang terpaksa tidak diurus karena tidak mampu menutup biaya operasional. Banyak harga cabai di tingkat petani kala itu di bawah harga pokok penjualan dikisaran Rp 12 ribuan per/kg,” ujar Gunawan, Selasa 1 September 2020.
Alhasil, harga cabai merangkak naik. Namun begitu, kenaikan harga cabai di Sumut lebih tinggi dari rata-rata harga di luar wilayah lain. Sumut pun dibanjiri cabai dari luar khususnya dari Pulau Jawa.
“Harga cabai sekalipun sempat bertahan mahal dan seharusnya terdongkrak karena ada erupsi, ternyata cabai belakangan harganya kembali turun,” cetusnya.
Kata Gunawan, Kalau berbicara data 3 bulan terakhir, cabai rawit sempat dijual dikisaran Rp 12 ribuan hingga Rp 16 ribuan, lantas meroket hingga ke Rp 34 ribuan bahkan sempat Rp 55 ribuan. Namun, sekarang dijual dikisaran Rp 23 ribuan per/kg. Cabai merah juga sama, sempat Rp 16 ribuan ke Rp 18 ribuan, naik ke Rp 33 ribuan dan saat ini dikisaran Rp 19 ribuan hingga 21 ribuan per/kg.
“Jadi bukan karena tingginya permintaan atau demand, tetapi harga naik karena stok sempat terganggu,” ujarnya.
Lebih lanjut Gunawan mengatakan, untuk harga emas memang sempat meroket di atas Rp 1 juta dan bahkan sempat di level Rp 1,1 juta/gram. Tetapi, emas naik bukan karena masyarakat yang berbondong-bondong membelinya melainkan karena emas dunia memang lagi naik tajam sebelumnya.
“Namun, saat ini harga emas turun dikisaran Rp 920 ribuan/gram tapi bukan karena masyarakat yang ramai-ramai menjual emasnya. Jadi tidak bisa disamakan dengan ekonomi nasional yang deflasi selama dua bulan berturut turut lantas disimpulkan dekat dengan resesi. Karena Sumut inflasi lantas Sumut selamat dari resesi, justru lebih dulu mengalami deflasi yang beruntun sebelum Agustus,” jelas dia.
Oleh karena itu, Sumut tetap berpeluang resesi, mengacu kepada hitungan pertumbuhannya itu sejauh ini paling buruk minus 0,8% di kuartal III-2020.
“Meski begitu, yang penting bersiap saja dengan segala kemungkinan terburuk. Jangan lantas mengaitkan data-data atau kabar yang relevansinya itu tidak sesuai,” tandasnya. (*)
Editor : Iqbal Hrp
Foto :