PROSUMUT – Ratusan perempuan di Sumatera Utara (Sumut) dari berbagai elemen, menolak Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga. Pasalnya, regulasi tersebut dinilai diskriminatif dan mengekang kaum perempuan untuk berkembang.
Selain itu mendesak juga mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam peringatan Internasional Womens Days (IWD) 2020 di Lapangan Merdeka sejak tanggal 7 dan 8 Maret 2020.
Perempuan yang tergabung dalam aksi ini, seperti Pesada, Bitra, HWDI, Yapidi, Perempuan Kepala Keluarga (Pekka). Dimana peserta ini datang dari berbagai daerah seperti, Sergei, Nias, Humbahas, Tapteng, Dairi, Samosir, Pakpak Bharat, Langkat dan Medan.
Dalam rangkaian acara peringatan hari perempuan internasional ini juga menghadirkan pemantik, Badikenita br Sitepu yang merupakan anggota DPD RI asal Sumatera Utara pada Sabtu, 7 Maret 2020.
Koordinator Pelaksana, Peringatan IWD 2020, Dina Lumbantobing menyebutkan pada, setiap peringatakan hari perempuan, pihaknya selalu fokus pada isu mengenai diskriminasi perempuan.
Saat ini yang sangat perhatian perempuan itu adalah RUU penghapusan kekerasan seksual yang tidak juga disahkan pemerintah malah tiba-tiba yang nongol RUU ketahanan keluarga yang menurutnya tidak sesuai dengan hak asasi perempuan, karena ada intervensi ke dalam institusi keluarga.
“Perempuan tidak membutuhkan RUU ketahanan keluarga. Justru kedaulatan perempuan dan keluarga ini yang harus dipenuhi negara. Bukan mengontrol mewajibkan ini dan itu, namun memenuhi kedaulatan perempuan, manusia dan rakyat. Maka RUU ketahanan keluarga kita tolak. Maka justru harus segera mengesahkan kekerasan seksual, karena ini sangat merusak tubuh jiwa dan pikiran perempuan,” terang Dina.
Untuk itu, pihaknya mendesak Negara agar menjalankan kewajibannya untuk melindungi kami perempuan dari berbagai bentuk diskriminasi sebagaimana tercantum dalam UU HAM No.39/1999, UU Penghapusan Berbagai Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan No.7 tahun 1984, UU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan No 23/2004; dan melindungi anak-anak kami sesuai UU No.35/2014.
“Termasuk mensosialisasikan Revisi UU Perkawinan No.16/2019, mengenai usia minimum untuk kawin; mengawasi implementasinya di dalam masyarakat,” sebutnya.
Pihaknya juga mengingatkan Negara untuk menjalankan amanah CEDAW yang telah diundangkan di UU No.7/1984 pasal 2 yang pada dasarnya mengharuskan Negara membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, keblasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap perempuan.
Sementara Direktur Bitra Indonesia Rusdiana, menyebutkan aksi yang digelar hari ini guna mendesak pengsahan RUU PKS dan menolak RUU Ketahanan keluarga.
“Karena sangat mendiskriminasi perempuan. perempuan tidak bisa berkembang, perempuan dikungkung kebebasannya, dan perempuan tidak bisa mengembangkan dirinya dengan baik. Dan aksi kegiatan ini untuk melawan aturan yang mendiskriminasi perempuan,” jelasnya Rusdiana.
Karena sekarang ini sambungnya, perempuan itu harus lebih bangkit, harus lebih maju, harus bersemangat.
“Oleh karenanya, kita didukung agar segala bentuk regulasi perempuan yang memproteksi perempuan harus di tolak,” pungkasnya. (*)