SITUASI pandemi Covid-19 masih saja melanda Indonesia, memasuki tiga bulan zona merah tiap-tiap Provinsi dan Kabupaten/Kota bertambah walaupun menyusulnya penetapan PSBB di sejumlah wilayah yang mengikuti Jakarta terlebih dahulu menetapkan PSBB. Banyak isu Nasional yang bermunculan ke publik sembari berjalannya penanganan Corona oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sejatinya memang itu tugas Pemerintah untuk menjaga rakyatnya. Yang paling sensitif saat ini perdebatannya bagaimana potensi ekonomi nasional terjaga hingga kebutuhan pokok masyarakat. Wacana bantuan untuk masyarakat tetap digulirkan pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait yang menangani tentang penyaluran bantuan tersebut. Apakah itu, BLT, sembako dan masker dan lain sebagainya yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Banyaknya imbauan dari pemerintah untuk masyarakat agar menjaga diri dan mengikuti aturan agar tidak terjangkit Covid-19, tentu juga harus sejalan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Apalagi hiruk-pikuk ekonomi bisa menimbulkan bermacam-macam krisis yang bisa berujung irasional.
Segala sesuatu bisa saja terjadi jika pemerintah lalai. Data terbaru mengutip apa yang disampaikan Ahmad Yurianto selaku juru bicara pemerintah penanganan covid-19 dari 34 provinsi menembus angka 10.118 kasus positif dan angka kematian 792 orang dan bertambah 8 orang dari sebelumnya.. Mengutip juga dari Reuters beberapa hari yang lalu mengatakan data ini dikumpulkan dari lembaga resmi provinsi setiap harinya yang di pasok dari rumah sakit, klinik dan pejabat yang mengawasi pemakaman. Kemudian data ini diperoleh Reuters dengan memeriksa situs web, berbicara dengan pejabat provinsi dan meninjau laporan Organisasi Kesehatan Internasional (WHO).
Mengingat situasi yang semakin sulit, pemerintah seharusnya lebih agresif melihat situasi publik, menghilangkan segala perdebatan dan kepentingan politik. Pemerintah harus mengesampingkan sentimen pribadi kepada masyarakat yang tidak patuh aturan. Setiap ada masyarakat yang tidak mematuhi aturan lagi-lagi masyarakat disalahkan. Ada saja memang masyarakat dan sekelompok orang yang menganggap bencana ini biasa-biasa saja. Terbukti mereka melanggar aturan dengan berkeliaran yang penulis pikir mereka mencari asupan modal untuk bertahan hidup serta jaminan keberlangsungan hidup, mengingat beberapa minggu kedepan akan memasuki Lebaran Idul Fitri, kebutuhan pokok semakin tinggi nilainya dan kebutuhannya.
Banyaknya imbauan pemerintah dan aturan yang dikeluarkan, tetapi tidak berbanding sama dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Proses-proses kepedulian masyarakat dari pemerintah selalu menggantung yang akhirnya masyarakat pun dilanda harapan. Belum lagi soal pekerja, data terbaru 17 April 2020 mengutip dari detik.com yang disampaikan Kemenaker, pekerja formal yang di PHK dan dirumahkan sudah sekitar 1.500.156 orang dari 83 perusahaan dan tambahan dari sektor Informal sekitar 443.760 dari 30.794 perusahaan. Disampaikan juga oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani akan ada tambahan pengangguran baru di Indonesia sekitar 5,2 juta orang akibat covid-19, itu semua yang ter-publish. Catatan ini tentu tidak sembarangan, mengingat semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat begitu juga pekerja yang dirumahkan akan bertambah sesuai keberlangsungan kondisi covid-19 ini.
Sulitnya kucuran bantuan yang beberapa bulan ini selalu di gaungkan oleh pemerintah tidak kunjung tiba, lagi-lagi terhambat mekanisme penyaluran. Berkutat pada persoalan mekanisme penyaluran sehingga berlarut-larut bantuan yang di tunggu masyarakat dan juga menyusulnya isu-isu negatif tentang distribusi bantuan dari pemerintah pusat menjadi trending topik di media-media. Sebut saja penyaluran sanitizer yang bergambar wajah Bupati Klaten Provinsi Jawa Tengah, Ibu yang cantik Sri Mulyani. Mengutip Liputan6.com tertanggal 29 April 2020 Pukul 19.23 melalui Menteri Sosial Juliari Batubara juga mengatakan tersendatnya bantuan sembako karena tunggu tas bertuliskan bantuan Presiden RI, ini kan menyelam sambil minum air namanya. Sudah persoalan kemanusian sedang krisis, tetapi persoalan tulisan presiden menjadi utama daripada kebutuhan masyarakat.
Penulis meyakini, hati dan pikiran bapak Presiden Jokowi sesungguhnya tidaklah membiarkan rakyatnya menunggu terlalu lama apalagi sampai menjadi beban memikirkan makan besok harinya, pendapat penulis ini hampir serupa seperti yang disampaikan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan RI “Bapak Prabowo Subianto”. Rakyat saat ini butuh bukti bukan lagi retoris yang berujung oportunis, tetapi realisasi tanpa pencitraan dan perdebatan mudah saja sebenarnya keinginan masyarakat. Negara itu infrastruktur sistemnya sudah tidak menjadi perdebatan lagi apalagi sudah merdeka 75 tahun tentu sangat lengkap dan sempurna. Kurangnya hanya hutang luar negeri menumpuk. Karena Negara adalah organisasi yang paling sempurna. Untuk itu jika penyalurannya dikhawatirkan salah sasaran, maka bisa difungsikan lembaga-lembaga didaerah yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk mengawasi dan lain sebagainya agar tidak memakan gaji buta saja, pasti bisa.
Stok pangan nasional juga menentukan akan terjaminnya kebutuhan masyarakat beberapa bulan kedepan, data dari Kementerian Pertanian menunjukkan target produksi pangan nasional 2020 mencapai 59,15 juta ton gabah kering giling, setara 37,26 juta ton beras. Asumsi angka konversi padi ke beras dipanen saat musim hujan 63 persen, berarti dari tiap 100 kilogram gabah kering giling yang digiling akan menghasilkan 63 kilogram beras. Produksi ini dihitung dari Oktober 2019- Maret 2020, maka stok pangan nasional akan tersedia sampai akhir Juni. Tetapi itu semua tidak bisa dianggap cukup sambil goyang kaki sampai waktu yang diperkirakan kementerian pertanian tadi. Karena semua yang dipanen petani semua di stok pemerintah untuk kebutuhan pangan nasional, mengingat kebutuhan internal petani sendiri pasti ada . Sebut saja stok pangan keluarga dan lain sebagainya. Untuk mengatur itu semua gar bertahan sampai Juni, maka pemerintah harus mengatur dengan sangat teliti. Karena dikhawatirkan tentang ketersediaan pangan tidak cukup sampai Juni.
Kabar terbaru dari Kepala BNPB dan Pemerintah pusat, bahwasanya pandemi Covid-19 ini akan berakhir di bulan Juni kemudian akan pulih dibulan Juli. Itu semua, jika percaturan global covid-19 memang sudah selesai. Terhitung mulai hari ini dua bulan kedepan rakyat Indonesia disuruh menunggu , harapannya rakyat Indonesia bisa bertahan, sabar dan tidak menjadi rakyat yang barbar. Penulis mengingat iklan Snickers makanan yang di produksi oleh Mars Incorporated dari Amerika serikat yang berisi selai kacang, nougat, kacang yang disangrai dan karamel yang dilapisi oleh coklat susu. Kira-kira adegannya seperti ini “ah lu resek kalau lagi lapar, ini ada snicker biar lu gak lapar”, begitulah kira-kira. Kalau dihubungkan dengan realita saat ini di lingkungan masyarakat, kebutuhan atau sembako perlu untuk masyarakat agar tetap bergizi, saat ini justru masyarakat sudah mulai kekurangan gizi (stok bahan pokok), tetapi tidak tersampaikan kecuali hanya menunggu dan sampai kapan?. Jika terlalu lama tersendatnya bantuan dari pemerintah dengan stok pangan yang disebutkan mencukupi tadi, perkataan bupati Boltim bisa menyulut psikologis masyarakat yang dianggap tumpang tindih dengan apa yang digulirkan pemerintah terkait sembako, karena berbanding terbalik.
Sampai saat ini sembako masih belum disalurkan, PSBB sudah ditetapkan, karantina dan stay at home, mudik dilarang, penutupan bandara domestik, tetapi 500 orang TKA China masuk ke Sulawesi Tenggara. Seharusnya pemerintah jangan memancing di air keruh, di saat seperti ini banyak hal yang bisa menimbulkan pikiran kotor dan tidak memakai akal sehat lagi, perkataan tokoh-tokoh bisa menyulut tindakan irasional seperti ketua DPRD Sultra dikutip dari Sultra. Antaranews mengatakan akan memimpin demo tentang TKA yang masuk tersebut. Ketidakadilan ini berpihak terbalik sesuai aturan pembatasan untuk WNI, tetapi WNA/TKA bisa lalu lalang masuk ke Indonesia, sementara PHK makin bertambah. Situasi sedang sulit-sulitnya dengan aturan yang sedemikian banyaknya, tetapi melupakan persoalan internal kemanusian bangsa Indonesia. Jadi wajar ketika masyarakat banyak yang tidak patuh aturan karena pemerintah pun selalu saja tidak satu frekuensi dengan aturan yang di putuskan. Penulis menyampaikan apa yang bisa penulis lihat dan kaji dengan pengetahuan yang sangat sedikit. Belum lagi ancaman krisis ekonomi dimana akan memancing krisis-krisis lainnya dan bisa menimbulkan chaos, segala hal bisa saja terjadi.
Pemerintah saat ini sudah sejauh mana mempersiapkan kebutuhan masyarakat untuk mengantisipasi hal-hal yang irasional tadi, persoalan angka kematian ini sangat serius, semakin hari bertambahnya angka posistif Covid-19. Pemerintah harus tetap mengingat dalam situasi sulit, tidak bisa di anggap rendah situasi politik. Maksudnya, kelompok-kelompok yang berkepentingan memanfaatkan situasi menjadi semakin buruk. Kondisi dimana ketidakadilan dan ketidakberpihakan, tidak merata sehingga menjadi pemantik untuk tindakan-tindakan irasional. Harapannya, pemerintah cepat melihat situasi ini agar segera memproses kebutuhan masyarakat dan tidak ada pejabat yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan bisnis kelompoknya. Percaturan global soal Covid-19 ini harus menjadi stimulus memperkokoh internal bangsa Indonesia, bahu membahu melawan virus Corrona, dan pemerintah, elit politik juga tokoh harus mampu menjadi solidarity maker untuk umat dan bangsa dalam situasi yang tidak baik-baik saja ini. Sebab di kosmos ini ada pikiran manusia yang mengatur alam semesta. (*)
Penulis: Imam Rinaldi Nasution, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Nasional, Wasekjend PB HMI
Opini ini khusus ditulis untuk Prosumut.com