PROSUMUT – Kota Medan dalam empat hari terakhir mendapat kiriman kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau dan Jambi. Namun sebarapa parah pencemarannya tidak bisa diukur dengan angka.
Hanya mata dan pernapasan yang dapat merasakan apakah kondisinya semakin parah atau tidak, terutama bagi kesehatan.
Hingga kini, pemerintah daerah tidak bisa menyatakan kondisi pencemaran dalam kategori tidak sehat seperti apa, atau sampai seberapa parah. Hal itu diakui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan, S Armansyah Lubis.
Pihaknya tidak dapat mengukur karena tidak punya alat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Jika ada, faslitas yang sediakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jalan Pemuda dan Jalan Gatot Subroto itu, kini sudah rusak.
Itupun alat ISPU dimaksud kini mnjadi milik Pemerintah Provinsi. Untuk itu pihaknya masih mengupayakan hasil pengukuran dari luar Pemko Medan.
“Hasilnya apakah Kota Medan dalam keadaan sehat atau tidak sehat belum kita dapat. Nanti kita kasi tahu bila sudah dapat hasilnya. Karena kita langsung berkoordinasi dengan pihak Pemprov Sumut,” katanya, Senin 23 September 2019.
Untuk itu, pihaknya akan mencoba mengajukan kepada Wali Kota Medan untuk memiliki alat ISPU sendiri.
“Tapi untuk 2019, begitu juga dengan 2020 tidak mungkin lagi karena anggaran sudah ketuk palu. Sebab untuk harga satu unit alat ISPU ini hampir Rp3 miliar,” jelasnya.
Di Kota Medan sendiri, lanjutnya akan dibutuhkan sebanyak minimal 3 unit alat ISPU yang diletakkan di kota dan di pinggiran Kota Medan.
“Sehingga kita bisa mengetahui kualitas udara di Kota Medan kni apakah dalam keadaan baik, tidak baik, berbahaya atau tidak berbahaya,” pungkasnya. (*)