PROSUMUT – Bupati Serdangbedagai (Sergai) hadir sebagai pembicara dalam acara Seminar Sehari Pomparan Toga Nainggolan. Acara digelar guna menggagas pembangunan Monumen Toga Nainggolan di Samosir.
“Tugu atau monumen adalah pasadahon tondi atau pemersatu hati dan jiwa kita. Dengan demikian kita perlu bersyukur mendapat berkat Tuhan, bahwa Pomparan Toga Nainggolan telah menggelar kegiatan ini guna menggagas, memprakarsai dan mewujudkan pembangunan monumen ini,” ujar Ir H Soekirman dalam sambutannya di Aula RSU Royal Prima Medan, Jumat 1 Maret 2019.
Soekirman mengatakan, marga Nainggolan adalah bagian dari orang Batak yang isi sesuai dengan kulitnya. Artinya, memiliki watak yang konsisten dengan perkataannya.
“Kearifan lokal ini harus terus dijaga. Ajarkan tanggungjawab sosial ini kepada anak dan cucu kita. Supaya adat istiadat tidak hilang tergerus budaya luar maupun perkembangan teknologi,” tutur Soekirman.
Memang, kata Soekirman, banyak orang Batak yang risau saat ini. Sebab, anak-anaknya belum mengerti asal usul orang Batak.
“Secara legendaris dan historis menurut keterangan-keterangan opung atau orang tertua dulu, diprediksi bahwa nenek moyang orang Batak adalah keturunan Majapahit dahulu,” bilang Soekirman.
Menurut Soekirman, hal ini bisa saja benar atau salah. Semua butuh pembuktian dan perumusan bersama.
“Pernyataan ini tidak ada maksud apa-apa, selain memancing rasa keingintahuan generasi Batak tentang asal-usul budaya dan kearifan lokal lainnya yang tidak boleh hilang,” sebutnya.
Menutup, Soekirman mengucapkan selamat dan sukses untuk rencana pembangunan Monumen Toga Nainggolan.
“Dengan tondi yang bersatu, saya yakin kita akan dapat mewujudkannya sebagai bukti persatuan untuk anak cucu kita kelak,” tandasnya.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia Pembangunan Monumen Toga Nainggolan, Sudirman Nainggolan mengatakan seminar ini mengambil tiga topik.
“Pertama, Peradaban Suku Batak Terhadap Budaya, Agama dan Lingkungan Sosial. Kedua Pembangunan Tugu/Monumen Menurut Pandangan Suku Batak, dilihat dari latar sejarah, silsilah serta maksud dan tujuan,” sebut Sudirman.
“Dan ketiga Hakikat Perkumpulan (Parsadaan) Klan/Marga, dilihat dari filosofi terbentuknya, ragam konflik internal dan solusinya, serta tujuan dan harapan,” sambungnya.
Pada kesempatan itu, Ketua DPP Keluarga Besar Nainggolan DR RE Nainggolan sangat mengapresiasi kehadiran pembicara-pembicara dalam seminar ini.
“Jangan kita sia-siakan (ilmu pembicara yang hadir), sebab sangat berbobot dan bermanfaat. Seperti Bupati Sergai Ir H Soekirman serta para guru besar budaya di Indonesia,” imbau RE dalam sambutannya.
Dijelaskan RE, seminar ini adalah wadah silaturahmi untuk mempersatukan persepsi pembangunan monumen marga Nainggolan.
Sebab, diantara silsilah Raja Lottung, hanya monumen marga Nainggolan yang belum ada.
“Kami sangat rindu atas buah persatuan dan kebersamaan marga Nainggolan. Seperti halnya marga-marga dari Raja Lottung yang telah memiliki monumen,” ujarnya.
RE berharap pembangunan Monumen Toga Nainggolan nantinya akan terwujud sesuai harapan.
“Penempatannya di Samosir dan akan dibangun awal bulan Maret. Semoga menjadi semangat dan nafas yang baru,” pungkasnya.
Turut hadir dalam acara, Ketua Umum DPP KBN Kombes Pol (Purn) Alisman Nainggolan, Sekjen DPP KBN Drs Sahala Nainggolan, MM, pembicara yang juga pengamat Budaya dari Unimed Prof DR Bungaran Antonius Simanjuntak, pembicara yang juga akademisi dari Universitas Royal Prima (Unpri) DR Parapat Gulto.
Seminar diikuti para tetua/tokoh puak marga Nainggolan yang datang dari Samosir, Medan, Duri, Riau, bahkan Papua yang meliputi Lumban Nahor, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar/Hutabalian, Lumban Raja, Batuara, dan Pusuk Buaton Mahulae, serta Generasi Muda (GM) Keluarga Besar Nainggolan. (*)