PROSUMUT – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumatera Utara (Sumut) meminta pemerintah pusat menyasar PT Toba Pulp Lestari (TPL) terkait kejadian longsor di kawasan kota wisata Parapat, Simalungun. Pasalnya, keberadaan perusahaan tersebut telah banyak menyebabkan masalah lingkungan di seputar Danau Toba.
Ketua DPW PSI Sumut HM Nezar Djoeli mendesak Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengevaluasi keberadaan PT TPL hingga menutup perusahaan yang dinilai merusak hutan selama puluhan tahun tersebut, sejak bernama PT Inti Indorayon.
“Hingga saat ini banyak persoalan yang diakibatkan dari aktivitas PT Toba Pulp Lestari. PSI Sumut minta kepada pemerintah untuk segera menutup PT TPL,” tegas Nezar Djoeli kepada wartawan, kemarin.
Nezar menilai bahwa peristiwa longsor di Nagori Sibaganding dan banjir yang menutupi ruas Jalinsum (Jalan SM Raja) Kota Parapat, ada hubungan erat dengan operasional PT TPL di wilayah hulu (perbukita di atas Kota parapat).
Sebagaimana diketahui, di bagia atas Kota Parpat, terdapat lahan yang ditanami pohon Eukaliptus yang diduga untuk kepentingan produksi PT TPL. Lokasi tersebut dapat dilihat saat melintas menggunaka jalur alternatif yang biasa dipakai jika kawasan Sibaganding terjadi longsor.
Beberapa kilomter yang dilewati, pengendara dapat melihat perkebunan pohon Eukaliptus yang berbaris, dan diduga milik perusahaan tertentu untuk kebutuhan produksi dengan cara diambil kayunya. Begitu juga di kabupaten lainnya di sekitar kawasan Danau Toba.
“Bencana yang terjadi sangat menyengsarakan masyarakat. Dan ini harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintahan provinsi dan pusat,” kata Nezar.
Selain masalah lingkungan, konsesi TPL berada di dalam wilayah masyarakat adat juga mengakibatkan hak rakyat terabaikan. Dampak lainnya adalah konflik horizontal, dugaan kriminalisasi waga yang masih memegang teguh kearifan budaya lokal mereka, Budaya Batak.
“Hampir semua hutan di seputaran Danau Toba seperti Kabupaten Karo, Simalungun, Taput dan Samosir, dikuasai PT TPL. Tentu saja mereka harus menebang pohon, dan itu mengancam keberlangsungan kehidupan di Danau Toba, khususnya flora dan fauna.
“Pemerintah jangan tidur, perhatikan nasib masyarakat. Jika perusahaan itu lebih banyak merugikan raykat, sebaiknya diututup saja. Presiden harus memerintahkan kepada Kementrian LHK agar memantau kembali penebangan Hutan Produksi Terbatas di sana. Bila perlu ukur ulang HPT nya, serta tinjau kembali izin perusahaan,” ungkap Nezar.
Menurut Nezar, selama ini Kementerian terkait tidak pernah memberikan sanksi tegas dan terbuka kepada PT TPL. Terutama soal evaluasi terhadap izin konsesi lahan kepada perusahaan perusak itu, berdasarkan peraturan tentang pemberian hak Pengusahaan kepada PT Inti Indorayon Utama seluas 269.060 hektar.
“Fakta di lapangan bahwa menteri Kehutanan tidak pernah berani mencabut izin konsesi PT TPL meskipun telah terbukti menguasai hutan alam di luar izin/konsesi yang diberikan sebagaimana sanksi pencabutan yang diatur dalam PP No 6 tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan,” jelas Nezar yang berharap Pemerintah membuka mata atas kejadian yang baru saja terjadi. (*)
Reporter : Iqbal Hrp
Editor : Iqbal Hrp
Foto :