Dokter klinik asrama haji Sudiang, Hajjah Sitti Rahma mengatakan, dalam sehari rata-rata sekitar ratusan pengungsi menyambangi klinik. Para pengungsi umumnya mengeluhkan sakit diare, batuk, demam, pilek dan tekanan darah tinggi, sakit badan dan lutut bagi orang tua.
“Kondisi kesehatan menurun yang dikeluhkan pengungsi korban gempa ini lebih dipengaruhi karena kondisinya saat masih di daerahnya di Sulawesi Tengah seperti kurang higienis, lalu di sana makan tidak teratur, kurang tidur hingga tiba di Makassar mereka kemudian masuk angin, kena diare, batuk, pilek dan deman khususnya yang anak-anak itu,” kata Sitti Rahma, ditemui di klinik, Selasa (16/10).
Sitti Rahma bersama tim dokter lainnya yang bergantian tugas di jam-jam tertentu juga melakukan visited ke tiap-tiap kamar di wisma-wisma yang ditinggali para pengungsi. Memeriksa di tempat atau mengganti perban bagi korban yang luka.
Di klinik juga disiapkan kamar dan tempat tidur bagi korban luka yang sudah keluar dari rumah sakit namun masih membutuhkan observasi secara rutin karena kondisinya dinilai belum stabil. Bukan hanya dokter umum-dokter umum yang siaga, dokter jiwa dari RS Jiwa Dadi juga bergantian datang melakukan trauma healing.
“Sementara ini stok obat mencukup. Bantuan obat-obatan bukan hanya datang dari pemerintah tapi juga dari warga. Jadi selain bantuan makanan, minuman dan perlengkapan pengungsi, ada juga warga yang menyumbang obat-obatan untuk pengobatan dasar seperti untuk batuk, demam dll,” kata dia.
Sementara itu, Ahmad Baehaqi (45), warga Balaroa, Palu, salah seorang pengungsi yang ditemui di klinik mengaku terpaksa angkat kaki dari pengungsian di Palu dan terbang dengan pesawat hercules ke Makassar sejak Jumat lalu (12/10). Dia mengungsi bersama istri, Maya (30) dan dua anaknya, Natasya (9) dan Adeva (2,5).
“Di sana rumah sudah hancur, anak-anak juga mulai sakit-sakitan sementara rumah sakit di Palu sudah tidak memadai jadi saya pilih boyong keluarga ke Makassar. Alhamdulillah setiba di asrama haji Sudiang, Makassar, pelayanannya bagus sekali mulai dari logistik seperti kebutuhan makan hingga pelayanan kesehatannya,” kata Ahmad Baehaqi.
Dia mengatakan, anak sulungnya demam sejak Senin kemarin. Sudah minum obat dan istirahat di kamar. Sementara anak bungsunya, menderita kelainan otak sejak lahir dan sangat tergantung obat. Setiba di Makassar, pengobatan sakit yang diserita Adeva berlanjut di Makassar.
“Alhamdulillah kami ucapkan karena kami terlayani dengan baik di tempat pengungsian ini,” tutur Ahmad Baehaqi.
Adapun Abdul Rahman Sulo, koordinator pelayanan pengungsi di asrama haji dan juga ketua Forum Koordinasi Tagana Provinsi Sulsel mengatakan, jumlah pengungsi yang terdata di asrama haji sejak 29 September atau sehari pasca gempa hingga Senin (15/10) sebanyak 3.393 jiwa. Namun 2.734 jiwa di antaranya sudah keluar dari asrama dan memilih tinggal di rumah kerabat baik yang ada di Makassar dan di daerah lain di Sulsel. Ada juga yang pulang ke daerah Jawa.
“Kita berusaha masimalkan pelayanan di sini biar pengungsi ini bisa menghilangkan trauma yang mereka alami. Kalaupun ada yang sudah keluar, tetap akan diberikan pelayanan misalnya bantuan makanan dll. Bagi yang belum terdata di asrama haji, diharap segera melaporkan diri agar bisa disalurkan bantuan,” kata Abdul Rahman Sulo. [merdeka]