PROSUMUT – Komisi D DPRD Kota Medan ternyata sama sekali belum mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) protes atau keberatan warga Jalan Gelas dan sekitarnya, terkait proyek apartemen De Glass Residence.
Ketua Komisi D DPRD Medan, Abdul Rani mengakui belum ada mengagendakan RDP terkait masalah ini. Kata dia, dalam waktu dekat baru akan mau mendiskusikan di internal komisi.
“Belum, belum ada, ini baru siap pemilu,” ujarnya, Minggu 28 April 2019.
Meski demikian, ia mengaku, pihaknya menekankan serius menindaklanjuti keberatan warga Jalan Gelas dan sekitarnya menyangkut proyek pembangunan apartemen De Glass Residence.
“Ya seriuslah, semua yang menyalahi aturan tentu serius kita,” katanya.
Menurut politisi Partai Persatuan Pembangunan ini, jikalau memang dalam penelusuran pihaknya dan data-data yang diperoleh nantinya pembangunan tersebut menyalahi aturan, maka bukan tidak mungkin diminta agar bangunan dari proyek itu supaya dirobohkan.
Apalagi, lanjutnya, sudah pernah ada permintaan tegas dari pihaknya selama masih ada keberatan warga atas pembangunan proyek dimaksud, pembangunan sementara waktu harus distanvaskan.
“Yang pasti kami akan tindak lanjuti (keberatan warga Jalan Gelas) tersebut,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, warga Jalan Gelas dan sekitarnya tengah menunggu kabar kepastian RDP yang dijanjikan Komisi D DPRD Medan melalui Sekretaris, Ilhamsyah. Pasalnya, hingga kini warga belum menerima kabar hampir dua pekan.
Fernando Sitompul, kuasa hukum warga yang keberatan dengan proyek apartemen tersebut mengatakan, dengan digelarnya RDP di Komisi D akan diketahui jelas bagaimana proses perizinan apartemen yang akan dibangun 26 lantai tersebut.
Sebab, proses perizinannya terindikasi tak sesuai prosedur lantaran banyak warga yang protes dan menolak untuk tanda tangan memberi persetujuan.
Ia mengungkapkan, masyarakat yang keberatan adalah warga yang bersebelahan langsung dengan proyek apartemen tersebut. Jumlahnya ada 30 warga yang menolak.
Namun malah keluar izin pembangunan apartemen tersebut dengan alasan ada warga yang tanda tangan dan setuju.
“Tapi, setelah kami telusuri sebagian besar warga yang tanda tangan rumahnya tidak berdekatan langsung dan karena ada ‘sesuatu’,” kata Fernando.
Sementara, Richard V Silaen, salah seorang warga yang keberatan mengatakan, pembangunan apartemen itu berdampak buruk. Sebab tembok rumahnya menjadi retak.
“Sampai sekarang masih retak dan belum diganti rugi oleh pihak pembangun apartemen. Makanya, saya jelas menolak,” ungkapnya.(*)