PROSUMUT – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Himawan Loka alias Ahui (58) selama 3 tahun penjara. General Manager PT Agung Bumi Lestari (ABL) ini, dinyatakan bersalah karena menggelapkan barang milik UD Naga Sakti senilai Rp396 juta.
Dalam nota tuntutan JPU pengganti Randi Tambunan, terdakwa Ahui dinyatakan melanggar pasal 372 KUHP.
“Menuntut terdakwa Ahui, dengan pidana selama 3 tahun,” ucap Jaksa, dihadapan Ketua Majelis hakim, Mian Munte, di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu 30 Oktober 2019.
Atas tujtutan JPU tersebut, terdakwa Ahui warga Jalan Perpustakaan Kelurahan Petisah Tengah itu mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada pekan depan.
Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU, terdakwa melakukan penggelapan secara berlanjut sejak 2015 hingga 6 Februari 2018 di toko saksi korban Edwin di Jalan Brigjend Katamso No 198 A Kecamatan Medan Maimun.
Saat itu saksi korban Edwin pemilik toko UD Naga Sakti Perkasa (NSP) melakukan kerjasama dengan PT ABL yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Tebing Tinggi.
Kerjasama itu diantaranya, UD NSP menjual plastik asoi, bungkus nasi, tisue, pipet, tusuk sate, kotak gabus/streoform, gelas plastik Aqua kepada PT ABL. Sedangkan PT ABL, menjual pembungkus nasi kepada CV NSP.
Adapun sistem pembayaran dalam kerjasama tersebut PT ABL, memberikan waktu sebulan kepada UD NSP untuk melakukan pembayaran pembungkus nasi diterima terdakwa yang datang ke UD Naga Sakti setiap bulannya.
Setelah ditotalkan, setiap bulannya saksi korban sudah melakukan pembayaran melalui rekening Giro Danamon. Kemudian terdakwa menyerahkan bon faktur warna putih kepada saksi korban, tanda barang telah dibayar lunas.
Begitu juga sebaliknya, terdakwa juga membayar kepada saksi korban atas barang-barang yang diambil terdakwa dari saksi korban.
Tahun 2014 sampai Juli 2015 pembayaran masih lancar, akan tetapi sejak Agustus 2015 sampai Februari 2018, terdakwa tidak ada lagi melakukan pembayaran terhadap barang yang diambil dari UD NSP.
Agustus 2015, saksi korban melakukan penagihan kepada terdakwa pada saat terdakwa datang menagih pembayaran bungkus nasi, dan saat itu terdakwa mengatakan nanti dulu hitungan karena bon merahnya tidak kelihatan.
April 2016, saksi korban bertanya kepada Dirut PT ABL, Andrian Suwito tentang pembayaran barang yang diambil PT ABL. Tapi Andrian Suwito mengatakan tidak tahu, itu urusan terdakwa Ahui dan langsung mematikan telepon.
Selanjutnya, Oktober 2017, Lim Aina alias Aina selaku admin PT ABL menghubungi saksi korban soal bon saksi Rp600.000.000. Mendengar penjelasan tersebut, saksi korban menghubungi terdakwa mempertanyakan tagihan Rp 600 juta tersebut.
Belakangan diketahui, bahwa terdakwa Ahui sudah menerima pembayaran secara cash dari korban tetapi terdakwa tidak menyerahkannya ke PT ABL. Sehingga sejak tahun 2017 sampai Maret 2018 barang yang diambil dari PT ABL saksi korban bayar melalui sopir atas nama Putra dan Erson secara tunai.
Adapun total tagihan yang belum dibayarkan terdakwa sesuai 61 lembar bon fatur yang ada pada saksi korban sebesar Rp396.103.250.
Sehingga akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp396.103.250. (*)