PROSUMUTÂ – Karakter Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang dianggap temperamental mendapat sentilan dari seniorennya di TNI, Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabat Menko Maritim.
Sentilan itu disampaikan LBP kepada Ketum PSSI itu pada saat Perayaan Natal Nasional di Gedung Serbaguna Jalan Pancing, Medan, Jumat (29/12/2018).
Di kesempatan itu, Edy yang dijuluki oleh warganet khususnya pecinta bola dengan sebutan Lord Edy, mengaku sempat ditanyai LBP kenapa dirinya selalu marah-marah.
“Pak Luhut bilang, dia dapat informasi dari rakyat Sumut kalau saya kerjanya marah-marah. Saya jawab, kan bapak yang ajarin saya seperti ini,” katanya dengan nada bercanda di depan ratusan aparatur sipil negara (ASN) Pemprov Sumut, di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubsu, Medan, Senin (31/12/2018).
Edy mengaku sadar atas penilaian tersebut. Namun, ia meyakini banyak orang yang salah persepsi atau penilaian tentang dirinya. Karakter keras atau tegas yang dimilikinya saat ini terbentuk saat dirinya berdinas sebagai TNI selama 32 tahun.
“Banyak yang bilang saya pemarah, tempranen. Sebenarnya tidak, saya memang seperti ini,” kata Edy
Karena dianggap sering marah-marah, Edy bahkan sempat berkaca dan bertanya kepada dirinya sendiri apa yang salah dengan dirinya.
“Tidak ada yang salah sepertinya setelah saya berkaca. Memang karakter saya seperti ini,” terangnya.
Selain itu, Edy juga bercerita sedikit tentang pengalamannya 32 tahun di TNI. Di mana, di lingkungan TNI tempeleng atau tamparan merupakan hal biasa atau lumrah yang dilakukan pimpinan kepada anggotanya.
“Saat dinas, 32 tahun, tempeleng anggota, itu bukan tanda marah. Kalau diam, itu baru tanda marah. Anggota saya sudah paham itu,” jelasnya.
Edy mengungkapkan, di TNI perlakuan tempeleng itu pendewasaan seseorang. Namun, tempeleng atau pukulan tidak dilakukan pada sembarang tempat.
“Cara memukul dilatih. Tempeleng di pipi, bukan di telinga. Kalau di telinga, bisa pecah gendang telinganya. Anehnya di STPDN dilakukan seperti itu, memukul seperti memukul musuh, itu yang tak boleh. Kalau di sini (Kantor Gubernur) tidak mungkin diterapkan seperti itu,” tegasnya. (editor)