PROSUMUT – Pasca 2 warga Indonesia positif terserang virus corona (Covid-19). Sejumlah harga rempah-rempah di Pasar Tradisional Medan merangkak naik tiga kali lipat. Hal ini terjadi setelah isu beredar kalau rempah-rempah bisa menangkal virus corona.
Seperti di Pasar Petisah Medan, salah satu pedagang rempah-rempah mengaku bahwa permintaan melonjak dan harga juga mengalami kenaikan tiga kali lipat.
“Dibandingkan dengan sebelumnya permintaan rempah-rempah naik hingga tiga kali lipat hari ini. Untuk permintaan pembeli banyak yang membeli jahe, jahe merah, induk kunyit, serai, kencur dan temulawak. Katanya untuk menangkal corona ini, jadi untuk menjaga stamina tubuh.,” ujar A. Pasaribu salah satu pedagang sayuran di Pasar Petisah Medan, 3 Maret 2020.
Dikatakan Pasaribu, biasanya ia menjual sekitar 20 kilogram lebih per hari, namun sekarang bisa terjual lebih dari 60 kilogram.
“Permintaan ini naik mulai hari ini. Saya sampai ambil barang dua kali ke pemasok,” ungkap Pasaribu.
Tingginya permintaan ini, sehingga membuat kenaikan harga untuk beberapa jenis rempah.
Seperti jahe merah biasanya Rp 30 ribuan per kilogram, hari ini sudah Rp 45 ribu pernkilogram. Lalu temulawak biasanya di bawah Rp 20 ribuan per kilogramnya, hari ini sudah Rp 25 ribu per kilogram.
“Selain itu jahe kira jual seharga Rp 30 ribu, induk kunyit Rp 30 ribu, kencur Rp 30 ribu, dan serai Rp 7 ribu. Banyak yang memanfaatkan untuk dijadikan jamu. Cara mengolahnya cukup direbus saja, nanti airnya diminum,” terangnya.
Ia mengatakan hingga saat ini belum sulit mencari pasokan rempah-rempah. Ia biasanya mengambil pasokan rempah di Pusat Pasar.
“Tapi kalau permintaannya begini terus, bisa jadi besok sudah langka ini,” sebutnya.
Permintaan Naik Pemicu Harga Ikut Naik
Menanggapi hal ini, Pengamat Ekonomi Sumut, Wahyu A Pratomo mengatakan permintaan rempah ini meningkat karena banyak beredar informasi bahwa untuk pencegahan terkena virus corona, bisa membuat minuman dari rempah-rempah.
“Masyarakat sangat mudah terpengaruh seperti itu, sehingga terjadi pembelian barang secara berlebihan dan akhirnya harga naik. Sepanjang petani yang menikmati menurut saya tidak masalah, tetapi kalau yang menikmati pedagang itu yang harus diselesaikan. Karena, pedagang itu seharusnya tidak boleh menikmati keuntungan berlebihan karena yang lelah itu petani. Kalau pedagang yang menyebabkan kenaikan harga sebaiknya pemerintah bertindak,” terang Wahyu.
Untuk itu, sambungnya saatnya masyarakat desa bersatu dan memanfaatkan dana desa untuk membangun jalur distribusinya sendiri agar masyarakat desa lebih sejahtera dan konsumen juga tidak menjadi korban permainan harga pedagang.
“Pemberdayaan Koperasi atau BUMD yang menampung hasil alam dari BUMDes dapat menjadi alternatif. Sinergitas Badan Usaha Milik Daerah dan Desa perlu dilakukan untuk melakukan interfensi terhadap gejolak harga. Sejumlah daerah berhasil membangun jalur distribusi barangnya sendiri agar masyarakat setempat lebih baik kesejahteraannya,” pungkasnya. (*)