PROSUMUT – Hutan Mangrove di Indonesia semakin berkurang dari tahun ke tahun. Bahkan, banyak hutan mangrove yang sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dan tambak, terutama yang berada di pesisir Pantai Sumatera.
Akibat dari kondisi tersebut, abrasi laut pun tak terelakkan sehingga menyebabkan tumbuhan dan hewan endemik di sekitarnya lenyap secara perlahan.
Dari problematika tersebut, Dr Mohammad Basyuni dan timnya yang menerima donasi riset ‘Newton Fund’ dari Inggris, mencoba meneliti hutan mangrove dan sejumlah varian pohon mangrove di Indonesia dengan berbagai treatment yang paling banyak mengandung nutrient selama tiga tahun ke depan.
Dalam konteks monitoring itu pula, Wakil Dubes Inggris dan Timor Leste, Rob Fenn, mengunjungi hutan bakau di Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumut, pada Rabu 30 Maret 2019.
Penelitian hutan bakau di Sumut ini dilakukan oleh Dr Basyuni dari USU dan Dr Peter Bunting dari Aberystwyth University yang mendapatkan dana riset sebesar Rp 11,5 miliar.
“Tak bisa dipungkiri bahwa alasan utama dari alih fungsi lahan tersebut adalah faktor ekonomi. Memang benar ekonomi itu penting, tetapi apakah tidak ada cara yang lebih bijaksana dalam meraup ekonomi dengan tetap melestarikan hutan mangrove?” begitu pertanyaan awal riset Dr Basyuni.
Berdasarkan informasi yang dihimpun PROSUMUT, riset dikembangkan melalui hibah penelitian ‘Newton Fund’ yang disematkan topik ‘Monitoring Mangrove ExteNT & Services “Moments” What is tipping points?’.
Tak hanya dari Indonesia, penelitian lapangan juga melibatkan peneliti asal Inggris dan Vietnam.
Kajian yang dikedepankan adalah aspek manajemen ekosistem tanaman mangrove dalam rangka peningkatan perikanan. Salah satunya silvofishery (perikanan hutan) dan ekowisata seperti yang sedang dilakukan tim peneliti di Desa Lubuk Kertang, Langkat.
Adapun pendanaan rehabilitasi hutan bakau tersebut berasal dari ‘Newton Fund’, serta DIPI dan LPDP.
“Harapan dari kolaborasi penelitian tiga negara ini adalah adanya transfer knowledge dari peneliti Inggris. Semoga teknologi maju yang diaplikasikan di negeri kami bisa membantu menghasilkan penelitian yang berkualitas dan berskala internasional,” ungkap Rob yang berkesempatan melihat rumah kaca dan berdiskusi dengan Dr Basyuni dan tim dari USU saat monitoring dan evaluasi penelitian.
Rob optimistis hasil riset bisa meningkatkan nilai ekonomi masyarakat sekitar tanpa mengorbankan kelestarian alam sekitar.
“Perlindungan hutan bakau penting untuk mengurangi efek-efek dari bencana alam, perubahan iklim, dan mendorong industri perikanan,” katanya.
Sebagai informasi, ‘Newton Fund’ adalah dana bantuan pemerintah Inggris untuk kemitraan UK-Indonesia Science & Technology Partnership, yang diharapkan dapat memberikan dampak nyata dalam perekonomian dan sosial. (*)