PROSUMUT – Aksi lempar batu oleh kelompok pendemo di sekitar Gedung DPRD Sumut dan Medan tak terelakkan.
Masih seputar soal unjukrasa menolak kebijakan Negara melegitimasi Undang-undang yang sarat keanehan menurut masyarakat.
Mulai RKUHP, Pelemahan KPK, RUU Pertanahan, hingga soal asap dan lainnya.
Ribuan mahasiswa di Medan pun kembali ke jalan setelah beberapa hari lalu sudah menunjukkan kekuatannya sebagai agen perubahan.
Ada UIN, UMA, ITM, UISU, UMSU, Univ Panca Budi, dan sejumlah kampus lainnya.
Tetapi yang menarik adalah, keterlibatan siswa tingkat SMA sederajat.
Mereka yang sejak awal sudah diamankan untuk pulang, seakan tak peduli dengan imbauan itu.
Bahkan posisinya pada demo Jumat 27 September 2019 itu, berada di barisan depan.
Diminta mundur berkali-kali, diminta pulang berkali-kali, mereka justru berteriak dan bernyanyi memicu semangat rekan-rekannya agar tidak mundur dari lokasi.
Padahal sejumlah aparat keamanan berusaha mendekati mereka dan meminta dengan baik agar tidak terlibat dalam aksi demo mahasiswa.
Kondisi banyaknya massa yang terus berdatangan dari berbagai kampus, sekitar pukul 15.30 WIB, para pelajar itu pun seakan mendapat kekuatan baru untuk tetap bertahan di lokasi.
Sejumlah apparat kepolisian yang awalnya mendekat, kembali ke barisannya.
Bahkan lewat pengeras suara, imbauan untuk pulang pun tak digubris.
Akhirnya aksi unjukrasa ribuan mahasiswa diikuti pelajar SMA, pun berlangsung.
Begitu juga ratusan personil kepolisian yang berjaga, memperketat pengamanan di sekitar Gedung DPRD Sumut, termasuk dalam lingkungan DPRD Medan.
Namun aksi demo tak berjalan begitu saja.
Berselang sekitar satu jam, kericuhan pun terjadi. Entah siapa yang memulai, tetapi aksi lempar batu muncul dari barisan pendemo.
Tak ayal, para pelajar yang notabene di bawah umur itu pun berada di barisan depan.
Mahasiswa yang memimpin demo, pun mengajak para pelajar untuk tidak anarkis.
Namun sepertinya tidak digubris. Aksi lempar batu pun berlanjut.
Begitu juga tindakan pengamanan dari personel Polisi, menggunakan water canon, kembang api hingga tembakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Aksi itu berlanjut, massa dipukul mundur ke arah DPRD Medan, Jalan Pengadilan hingga kedepan Makodim 0201/BS.
Terkena tembakan gas air mata, mahasiswa dan pelajar kemudian berlari dengan menutup mata dan hidung.
Sebagian besar berlari mencari air untuk membasuh wajah menghilangkan efek gas air mata.
Air mineral hingga kolam pancur di Kantor Wali Kota Medan, menjadi sasaran massa untuk mencuci muka.
Sebagian lainnya, menyiapkan odol gigi sebagai penangkal gas air mata.
Bahkan Gedung Palladium Mall juga tak luput dari hentakan suara ledakan, hingga membuat massa benar-benar terpecah.
Namun saat itu, Polisi seperti sengaja ingin membubarkan massa, mengimbau pulang.
Namun tidak terlihat rentetan penangkapan dan pemukulan seperti aksi sebelumnya. Langkahnya adalah ‘memukul mundur’.
Maju mundur serangan berlangsung terus.
Antara massa dan apparat keamanan saling serang. Bahkan seorang diduga pelajar, sempat berdarah di kepalnya dan langsung digotong menuju ambulance merk Mer-C yang bersiaga di depan Kantor Wali Kota Medan.
Namun entah darimana datangnya batu. Sebab seorang mahasiswa sempat melarang temannya yang di belakang, melempar batu.
Karena justru aksi itu bisa melukai teman sendiri yang berada di depan. Sementara apparat kepolisian, melindungi diri dengan tameng pelindung dan helm.
Meski dipukul mundur, aksi massa sempat beralih ke depan Gedung DPRD Medan. Pagar besi dan kaca DPRD Medan/Sumut patah dan pecah.
Sejumlah orang pun menggoyang gerbang kantor legislatif itu. Massa pun sudah bercampur, mahasiswa dan pelajar.
Menggunakan water canon dan gas air mata, akhirnya polisi memukul mundur massa yang sudah terpecah di Jalan Kapten Maulana Lubis.
Sebagian ke arah Lapangan Merdeka, sebagian lainnya ke arah Bank Mega. Namun sebagian masih bertahan di Lapangan Benteng.
Sekira pukul 17.45 WIB, massa mahasiswa yang masih mendekat dengan barisan apparat keamanan, mulai memberikan sinyal untuk menyudahi kekisruhan.
Sebelumnya barisan Kepolisian yang berada di depan Palladium Mall, juga sudah meminta agar massa mundur dan jangan melempar lagi.
Langkah itu kemudian diamini mahasiswa dan meminta agar polisi tidak lagi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan massa. Saat itu, massa pelajar sudah mulai menghilang dari lokasi.
Sementara mahasiswa, dengan damai mencoba mendekati barisan aparat setelah langkah peredaman oleh Danyon A Sat Brimob Polda Sumut Boy Siregar.
Bak sebuah drama. Dua barisan yang berbeda akhirnya menyepakati untuk menyudahi konflik. Sejumlah mahasiswa meminta rekannya berhenti melempar.
Begitu juga polisi, menahan diri untuk tidak mengumbar lagi peluru gas air mata.
Jika polisi mengambil perannya untuk mengamankan aksi massa sesuai SOP, maka mahasiswa juga menyudahi peranya saat itu untuk berunjuk rasa.
Kaum intelektual itu pun menunjukkan sikap dan prilaku seharusnya kaum intelek, menyalami polisi hingga berpelukan.
Polisi pun menunjukkan sikap baik, usai sinyal damai ditunjukkan keduanya.
Bahkan sejumlah mahasiswa yang terjebak di sejumlah tempat, hanya diminta untuk mundur tanpa ditangkap, dan kembali ke barisan.
“Oke pak, kita damai ya pak,” ungkap seorang mahasiswa kepada Danyon A Sat Brimob Polda Sumut AKBP Boy Siregar.
Begitu juga sebaliknya, AKBP Boy Siregar juga menyapa, menyalami dan memeluk mahasiswa, meminta maaf atas kejadian yang baru saja terjadi.
“Terimakasih ya, mohon maaf semuanya. Hidup Mahasiswa,” pekik Boy Siregar.
Seperti drama, kedua pihak berdamai usai berperang.
Masing-masing mengambil peran, sebagai kaum intelektual, dan petugas keamanan. Meskipun sebelumnya, baik polisi maupun massa mahasiswa dan pelajar, punya semangat yang sama, saling serang.
Hingga kini, belum diketahui apakah aksi serupa akan berlanjut.
Begitu juga dengan langkah pemerintah yang ingin melahirkan produk Undang-undang yang sarat kritik dan kontroversi. (*)