PROSUMUT – Proyek pembangunan drainase (saluran air) di Jalan Karya, Lingkungan VIII, Kelurahan Tualang, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) disoal warga.
Pasalnya, proyek tersebut dikerjakan tanpa keterangan volume pengerjaan. Proyek yang sudah berjalan 50% persen itu diduga sarat korupsi.
Pantauan ProSumut.com di lokasi, tidak tercantum keterangan volume pekerjaan pada plank proyek.
Hanya saja disitu tertulis nilai kontrak sebesar Rp489.372.553 bersumber dari dana APBD tahun 2019 dengan rekanan CV. Bersama.
Selain itu, di bawah plank informasi tersebut tertulis proyek di bawah pengawasan TPAD Kabupaten Serdangbedagai.
“Warga pun jadi tanda tanya, jangan-jangan proyek yang bersumber dari APBD Pemkab Sergai ini disinyalir sarat korupsi,” cetus salah seorang warga yang minta identitasnya tidak dicantum.
Anehnya, para pekerja hingga saat ini tidak mengetahui berapa panjang drainase yang dikerjakan.
“Nggak tau kami bang,” ujar salah satu pekerja di lokasi.
Terpisah, Kasi Intel Kejari Sergai Eduar SH mengatakan, tidak ada larangan atau kewajiban untuk memasang logo pengawasan TP4D.
“Di dalam Undang-undang tidak ada yang mengatur dalam pemasangan logoTP4D ini,” sebutnya.
Dijelaskan Eduar, ada lima dinas/instansi yang mengajukan permohonan TP4D. Kelimanya masing-masing, Dinas PUPR, Perkim, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan RSUD Sultan Sulaiman.
Namun baru satu dinas yang telah melakukan pemaparan pendampingan TP4D, yakni Dinas Pendidikan.
“Jadi masih ada empat dinas lagi yang belum melakukan pemaparan untuk pendampingan TP4D ini,” jelas Eduar.
Dikatakan Eduar, pihaknya tidak harus menyarankan atau menganjurkan untuk pemasangan logo pengawasan TP4D tersebut.
“Jadi selama ini masyarakat menilai kalau sudah ada tercantum logo TP4D ini tidak ada penyimpangan dalam proyek itu,” kata Eduar.
“Jangan salah, kalau pun ada penyimpangan dalam pengerjakan proyek itu, pastilah tetap kita lakukan penyelidikan. Tentunya dengan memanggil ahlinya,” sambungnya.
Sementara, Kepala Dinas PUPR Johan Sinaga mengatakan, setiap pengerjaan proyek semua sudah tertulis volume pekerjaan di dalam kontraknya.
“Hanya saja yang menjadi kendala di lapangan, tidak sesuai dengan kondisi semula yang diusulkan,” sebutnya.
Dijelaskannya, dalam setiap pekerjaan di lapangan bisa saja terjadi penambahan dan pengurangan.
“Itu boleh dibuat perubahanan karena sudah sesuai dengan aturan yang ada,” jelas Johan.
Menurut Johan, kalau pun nantinya dikontrak volume pekerjaan dituliskan, yang menjadi masalah ternyata tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang diusulkan dari semula.
“Kedepannya kita akan terus mengevaluasi setiap pekerjaan yang ada, sesuai dengan kondisi dilapangan,” pungkasnya.(*)