PROSUMUT – Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan istilah legalisasi ganja di berbagai negara, dimaknai keliru di Indonesia. Legalisasi adalah kata yang terlalu luas, padahal penggunaannya secara defakto justru terbatas.
Isu legalisasi ganja itu mengemuka saat BNN menggelar Rapimnas bertempat di Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta Selatan, Senin 25 Maret 2019.
Dalam agenda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) tersebut, isu tentang ganja mendapatkan porsi tersendiri.
Tak hanya berfokus pada pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN).
Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari menilai, tidak ada satu pun negara yang melegalkan ganja. Penggunaan kata legalisasi dianggapnya tidak tepat. Sebab, menurutnya, yang benar adalah izin pemakaian secara terbatas.
“Jadi tidak dilegalkan di mana-mana, atau boleh dijual dan dipakai oleh siapa saja,” kata Arman.
“Yang benar adalah membeli dengan jumlah yang sudah ditentukan atau ada limitasinya,” ia melanjutkan.
Di negara lain seperti Belanda, ia menjelaskan, penggunaan ganja juga dibatasi, dan pembelinya harus dikenal.
“Perbedaannya kalau di kita, sekarang beli di Jakarta Selatan, nanti di Jakarta Utara, tidak ada yang tahu,” ujarnya.
Arman meminta masyarakat untuk melupakan penggunaan ganja, termasuk untuk pengobatan, sepanjang masih ada obat lain dan tidak mendesak.
“Tapi kita sepakat penggunaan ganjadan sejenisnya yang tidak terkontrol berdampak buruk pada kesehatan, menimbulkan kecelakaan dan kejahatan. Kekerasan seksual itu banyak sekali,” kata Arman. (*)