Prosumut
Pemerintahan

Realisasi Memajukan Industri Pariwisata Medan Masih Lemah

PROSUMUT – Pelaku pariwisata mengkritisi komitmen Pemerintah Kota Medan dalam memajukan pariwisata di kota ini. Sejak dulu, pemerintah selalu menggaungkan janji untuk memajukan pariwisata di daerah ini. Namun, realisasinya dinilai masih minim.

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalan Wisata (Asita) Sumatera Utara, Solahuddin Nasution mengatakan, jika ingin memajukan pariwisata suatu daerah, salah satu hal yang menentukan adalah kebijakan yang diambil pemerintah.

“Sektor pariwisata ini mau dijadikan prioritas utama, maka dukungan anggaran serta perbaikan sarana pendukung, infrastruktur juga harus mengikuti. Artinya, jadi prioritas,” katanya di Medan, Rabu 14 Oktober 2020.

Sebagai contoh terkait kesiapan infrastruktur di Kota Medan yang masih kurang ramah wisatawan, banyak jalur pedestrian atau trotoar yang beralih fungsi menjadi tempat jualan dan tempat parkir.

Padahal, salah satu jualan sektor pariwisata di Medan adalah bangunan-bangunan bersejarah yang lokasinya cenderung berdekatan dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Hanya saja, karena jalur pedestrian sudah tak nyaman bagi pejalan kaki, wisatawan menjadi malas berkunjung ke tempat-tempat bersejarah itu.

Sebut saja bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Jalan Sisimangaraja yang ada Masjid Raya, di Jalan Brigjen Katamso ada Istana Maimun, di Jalan Kesawan dan Lapangan Merdeka ada banyak bangunan peninggalan zaman Belanda.

BACA JUGA:  13 Warga Tewas Akibat Banjir, Komisi II DPRD Medan Kritik Minimnya Kesiapsiagaan Pemko

“Sebenarnya ini bisa menjadi satu paket wisata terintegrasi yang bisa diakses dengan berjalan kaki,” ungkapnya.

Sensitivitas Pemko Medan dalam menyikapi masalah ini dinilai lemah, terutama dalam menertibkan atau dengan kata lain menyiapkan pedesrian perkotaan yang ramah wisatawan. Belum lagi kondisi jalanan kota Medan yang selalu dirundung kemacetan.

“Masalah infrastruktur ini yang perlu dibenahi. Pemerintah yang memiliki komitmen yang kuat untuk itu. Sehingga pelaku wisata atau industri bisa menjual paket wisata dengan baik yang kemudian berdampak pada perekonomian Kota Medan itu sendiri,” jelasnya.

Hal inilah yang dinilai oleh pelaku pariwisata, sebagai bentuk kelemahan pemerintah Kota Medan sebelum-sebelumnya hingga masa kepemimpinan Akhyar Nasution.

Menurut dia, dalam upaya memajukan pariwisata dalam kota, pemerintah harus punya misi yang besar. Pedagang-pedagang yang masih berjualan di atas trotoar perlu disiapkan lokasi khusus untuk direlokasi.

Jalur pedestrian perlu dibenahi secara total, bukan main tambal sulam seperti yang dilakukan selama ini.

Terintegrasi
Bukan hanya itu, langkah pariwisata yang terintegrasi juga sangat penting. Sejauh ini pemerintah belum memfokuskan pada ciri utama Kota Medan sebagai kota budaya dengan multietnis. Padahal ini potensi yang sangat besar.

BACA JUGA:  Terkesan Kumuh Pascabanjir, Pemko Medan Harus Gerak Cepat Pulihkan Kebersihan Lingkungan

Di Medan, sejauh ini belum ada open stage, yang memfasilitasi pelaku seni untuk menunjukkan karyanya secara rutin dan berkala.

“Pemko Medan harus menyiapkan satu lokasi khusus untuk pertunjukan. Kalau bisa ada pertunjukan setiap hari atau setiap minggu. Sehingga wisatawan yang menginap di hotel, bisa membuat jadwal, misalnya menonton Tarian Melayu atau Tarian Batak di lokasi itu. Ini potensi,” kata Dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara ini.

Langkah ini memang butuh dukungan anggaran dari Pemko Medan. Untuk awal bisa saja Pemerintah yang mengelola gedung pertunjukan itu, memberi honor kepada pelaku seni. Lama-lama, pengelolaan bisa diserahkan kepada pelaku seni, dengan mengutip biaya tiket dan lainnya.

Tak kalah penting adalah pusat konsentrasi kuliner dan souvenir. Bila perlu, kata dia, Medan harus punya pusat penjualan souvenir seperti di Bali.

Di sana, wisatawan dengan nyaman bisa berbelanja makanan khas hingga pakaian dan souvenir lainnya hanya di satu atau dua tempat. Lokasinya nyaman, bebas macet, lahan parkir luas dan ada fasilitas untuk ibadah. “Tapi kita di Medan, belum ada itu,” paparnya.

BACA JUGA:  Komisi II DPRD Medan Minta Dinkes Data Pasien Rawat Inap Akibat Banjir

Medan sejak dulu terkenal dengan sebutan miniatur Sumatera Utara. Seharusnya kota ini bisa menjadi etalase untuk setiap produk seni dan budaya, serta souvenir yang dihasilkan dari seluruh daerah di Sumut.

Pihaknya khawatir, dengan segudang masalah yang ada dan ketidaksiapan pemerintah dalam menyikapi masalah-masalah itu, sektor pariwisata di Medan justru makin mundur. Medan hanya dijadikan tempat singgah, bahkan ditinggalkan wisatawan.

Apalagi bandara sudah pindah ke di Deliserdang. Bisa jadi, wisatawan akan langsung menuju destinasi wisata lain tanpa singgah di Medan.

“Padahal kita ingin mereka singgah lebih lama di Medan, membelanjakan uang mereka sebanyak-banyaknya di Medan. Dan itu membantu perekonomian masyarakat,” pungkasnya.

Butuh Komitmen Kuat
Pada intinya, tambahnya, perlu komitmen kuat dan kebijakan pemerintah yang betul-betul berpihak pada pariwisata. Program-program yang dibuat pun harus terukur.

“Tentu harus ada regulasi, kebijakan anggaran yang juga berpihak untuk sektor pariwisata. Jangan nanti kata pemerintah, sektor ini prioritas utama, tetapi dukungan anggaran malah lemah, infrastruktur pendukung malah diabaikan,” tegasnya. (*)

 

Reporter : Rayyan Tarigan
Editor        : Iqbal Hrp
Foto            : 

Konten Terkait

Sukseskan Kampung KB di Medan

Editor prosumut.com

Alokasi Gaji Guru Honorer dari Dana BOS Dinilai Terlalu Kecil

Ridwan Syamsuri

Apdesi Langkat Peduli Dampak Covid-19, Salurkan Bantuan Beras

admin2@prosumut

Edy Paparkan Rencana Proyek ke Ratusan Legislator se-Sumut

Editor prosumut.com

Lantik 11 Pejabat Administrator, Wabup Sergai Pesan 4 Hal

Editor prosumut.com

Polemik ‘HOAX’ Wisata Halal, Edy: Apa Pernah Anda Dengar Saya Bilang?

Editor prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara