PROSUMUT – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) diperintahkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, untuk membayar hak-hak Muhammad Idris Irawan, selaku penggugat sebesar Rp368 juta lebih.
Hal itu tertuang dalam amar putusan perkara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang digelar di PN Medan, Kamis 12 September 2019 lalu.
Namun atas putusan itu, Irawan tetap akan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI. Muhammad Idris Irawan yang merupakan Junior Manager di PT Inalum sebelumnya, menggugat perusahaan tersebut karena dituduh melakukan tindak pidana pemerasan dan pemaksaan yang berujung dirinya harus di PHK.
Kepada wartawan di Medan, Senin 16 September 2019, Irawan mengatakan dirinya kecewa atas putusan hakim itu. Dimana dalam tuntutannya, Irawan meminta agar majelis memerintahkan Inalum memperkerjakannya kembali.
Menurutnya, majelis hakim yang diketuai Richard Silalahi yang memutus perkara gugatannya, tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang sudah diajukannya selama persidangan.
“Kita ada ajukan bukti-bukti laporan ke Polda Sumut soal adanya kecurangan dari pihak penyedia jasa katering, yang menuduh saya melakukan gratifikasi,” ucapnya.
Namun, kata dia, bukti tersebut malah di kesampingkan hakim. Harusnya, hal itu bisa jadi pertimbangan, agar ia tetap bisa bekerja di perusahaan itu. “Ini sama sekali tidak ada disinggung, kan aneh,” ujarnya.
Bahkan lanjut Irawan, laporannya tersebut ke Polda Sumut telah ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Pada sidang hari Kamis 12 September pekan lalu, hakim ketua Richard Silalahi, menolak gugatan dari Muhammad Idris Irawan.
“Menolak gugatan pemohon seluruhnya. Menyatakan penggugat dalam konvensi, tergugat rekonvensi telah melakukan pelanggaran pasal 66 Peraturan Kerja Bersama,” kata Richard Silalahi.
Dalam amar putusan yang dibacakan tanpa dihadiri kuasa hukum Inalum, hakim juga menyatakan hubungan kerja antara penggugat rekonvensi putus sejak tanggal 5 April 2019.
Selain itu hakim juga menghukum tergugat membayar hak-hak penggugat secara tunai dan sekaligus dengan jumlah keseluruhan Rp529 juta lebih dikurangi dengan utang pinjaman Rp161 juta lebih. Sehingga sisa hak-hak penggugat diperoleh sebesar Rp368 juta lebih.
Sebelumnya, Muhammad Idris Irawan melalui kuasa hukumnya Hasanuddin Batubara mengatakan, kliennya yang bekerja di PT Inalum dituduh melakukan tindak pidana pemerasan dan pemaksaan serta menerima gratifikasi dalam bentuk uang dari pihak ketiga perusahaan katering.
Bahkan, sebelumnya kliennya juga mengaku pernah dipanggil pihak perusahaan disuruh mengundurkan diri dari perusahaan tersebut, akan tetapi tidak bersedia, karena merasa tidak melakukan kesalahan.
Menurutnya, PHK yang dilakukan perusahaan terhadap kliennya itu tidaklah sah dan batal demi hukum. Sehingga harusnya tergugat dihukum dengan memanggil dan memperkerjakan kembali penggugat pada jabatannya semula.
Selama ini, kata Hasanuddin, kliennya bekerja dengan posisi Junior Manager di PT Inalum dan sudah bekerja selama 13 tahun.
Namun sejak 5 April tidak lagi bekerja karena di PHK. Oleh karena PHK itu, saat ini kliennya tidak lagi memiliki penghasilan untuk membayar nafkah keluarga. (*)