PROSUMUT – Setelah agenda paripurna pengesahan Ranperda Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 27 Agustus 2019 lalu ditutup tanpa kesepakatan akibat tidak kuorum, kondisi sama terjadi untuk R APBD 2020.
Rapat paripurna yang dijadwal dibuka pada 4 September 2019 pukul 09.00 WIB itu, molor hingga pukul 14.00 WIB.
Menurut kabar, karena menunggu kehadiran Gubernur Sumatera Utara H Edy Rahmayadi kembali dari Nias. Meskipun sejatinya rapat bisa dibuka dan diskors jika diperlukan.
Namun hingga siang hari, sejumlah anggota dewan baru bermunculan di ruang paripurna. Sekira Pukul 14.00 WIB, puluhan legislator menduduki kursinya masing-masing. Namun jumlahnya hanya 50-an orang, sehingga tidak memenuhi syarat kuorum minimal 67 orang atau 2/3 dari jumlah total.
Dengan kondisi itu, Ketua DPRD yang hadir bersama empat pimpinan lainnya mengetok palu menskors rapat paripurna karena tidak memenuhi syarat minimal jumlah kehadiran.
Namun saat akan mengetok palu, instruksi dari para legislator bermunculan. Sebut saja Aripay Tambunan (PAN), Nezar Djoeli (Nasdem), Burhanuddin Siregar (PKS), Muhri Fauzi (Demokrat), Zeira Salim Ritonga (PKB), HM Hanafiah Harahap (Golkar) dan Ebenejer Sitorus (Hanura).
Sebagian besar dari mereka kecuali Ebenejer, melontarkan pernyataan pedas dan menyesalkan ketidakhadiran rekan mereka dalam agenda tersebut. Padahal menurut mereka, paripurna APBD sangat penting untuk dibahas dan disahkan.
Apalagi tanggung jawab tersebut menyangkut nasib seluruh rakyat Sumut.
“Hak konstitusi kami diabaikan oleh kawan-kawan yang tidak hadir. Jangan kami disalahkan. Harusnya kalaupun menolak, silakan datang ke paripurna,” teriak Hanafiah.
Sementara Ebenejer meminta pembahasan RAPBD 2020 dilakukan setelah pembahasan P-APBD dibuka kembali dan diselesaikan di periode ini. Sedangkan untuk APBD 2020, disarankannya dibahas Anggota DPRD periode berikutnya.
“Kami meminta pembahasan R (APBD 2020) ini ditunda, menunggu hasil evaluasi Mendagri. Apalagi kan harusnya P (P-APBD 2019) dulu baru R (APBD 2020),” sebut anggota dewan yang terpilih kembali itu, dibalas penolakan oleh rekannya yang lain.
Karena tidak kuorum, Wagirin pun menutup sidang dengan skor hingga waktu yang ditentukan pada Senin 9 September 2019. Namun tidak hanya pembahasan R-APBD 2020, tetapi juga memasukkan agenda pengesahan P-APBD 2019 yang sempat ‘tutup buku’ sebelumnya.
“Kita serahkan ini ke Banmus (Badan Musyawarah) supaya disamakan pembahasan P dan R,” katanya usai rapat.
Polemik tak sampai di situ. Saling serang antar anggota dewan terhormat terjadi setelah Sutrisno Pangaribuan yang tidak hadir di paripurna menyampaikan kekesalannya atas sikap rekannya yang dinilai sebagai langkah ‘akrobatik’ sejumlah oknum legislator.
“Sepertinya mereka mengadili kami, termasuk saya yang tak hadir. Sementara saya melaksanakan tugas atas nama DPRD berdasarkan hasil rapat Banmus yang sah pada 27 Agustus 2019. Persis setelah sidang paripurna P-APBD 2019 ditutup. Kami kunjungan kerja hari ini, karena agenda paripurna R-APBD 2020, dijadwalkan 12 September 2019,” ujar Sutrisno.
Dalam catatan yang dikirim Sutrisno ke beberapa rekannya melalui WhatsApp, mempertanyakan adanya rapat Banmus ‘luar biasa’ pada 28 Agustus 2019, yang mengubah jadwal paripurna menjadi 4 September, bahkan memasukkan kembali pembahasan P-APBD 2019 yang menurutnya sudah putus.
“Jadi pernyataan anggota dewan yang hadir itu terkait sanksi dan hal lainnya, itu merupakan akrobat ‘cari muka’. Upaya menghadirkan orang di ruang sidang bukan teriak-teriak pakai ancam segala ke BKD. Laksanakan kegiatan secara legal, niscaya orang akan hadir. Mari kita akhiri periode pelayanan ini tanpa amarah, dendam dan permusuhan, “ sebutnya. (*)