Prosumut
Kesehatan

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dinilai Dilema

PROSUMUT – Defisit BPJS Kesehatan yang terus mengalami kenaikan memang sangat mengkhawatirkan. Pelebaran defisit tersebut tentunya sangat potensial memicu terjadinya penurunan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.

Inilah akar mengapa pemerintah pada akhirnya harus menaikkan iuran BPJS Kesehatan ditengah pelemahan daya beli masyarakat belakangan ini.

“Jelas sekali, pelemahan daya beli belakangan harus terbebani dengan kenaikan iuran. Tetapi, kebijakan seperti ini bukan tanpa alasan. Banyaknya masyarakat yang tidak ikut tertib membayar iuran, dan hanya membayar saat membutuhkan pelayanan medis, sehingga membuat defisit BPJS KSehatan berpeluang terus membengkak,” ujar pengamat ekonomi Gunawan Benjamin baru-baru ini menanggapi penetapan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Menurut dia, masalah yang paling besar memang ada di situ. Kalau masyarakat kelas pekerja yang dibebankan iuran umumnya sangat tertib melakukan pembayaran rutin. Walaupun, tetap saja kenaikan iuran ini juga membebani keuangan perusahaan maupun karyawan.

Tetapi, masyarakat yang tidak mendapatkan upah maupun masyarakat mandiri, cenderung abai untuk tertib dalam membayar iuran.

BACA JUGA:  Bayi Kembar Siam Dempet Berhasil Dipisahkan RS Adam Malik: Brian Selamat, Drian Meninggal

Padahal, operasional ideal perusahaan asuransi yang melayani kebutuhan kesehatan masyarakat itu adalah dengan mengumpulkan dana masyarakat melalui iuran.

Selanjutnya, iurannya diinvestasikan, dan keuntungan dari investasi tersebut digunakan untuk membiayai operasional perusahaan maupun klien yang membutuhkan layanan medis.

“Idealnya seperti itu, sehingga tidak harus mengalami defisit tetapi pada praktiknya selama ini kan tidak seperti itu. Banyak masyarakat yang hanya membayar iuran saat membutuhkan pelayanan medis saja. Padahal, kan seharusnya semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Disaat sehat maupun sakit semuanya tetap membayar iuran, sehingga dana yang terkumpul banyak, dan dana kelolaan tersebut diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan perobatan masyarakat,” ungkap Gunawan.

Ia menuturkan, belum lagi kebocoran lain yang diakibatkan oleh oknum pihak rumah sakit. Jadi, memang ada beberapa masalah di situ yang memaksa iuran untuk dinaikkan.

“Demi alasan peningkatan pelayanan, kenaikan iuran saya pikir sudah tepat. Akan tetapi, jika mengacu kepada daya beli masyarakat, jelas kenaikan iuran ini membebani masyarakat,” cetusnya.

BACA JUGA:  Bayi Kembar Siam Dempet Berhasil Dipisahkan RS Adam Malik: Brian Selamat, Drian Meninggal

Karena itu, sebut Gunawan, hal ini merupakan kebijakan dilematis bagi pemerintah.

“Saya tidak bisa membenarkan atau menyalahkan salah satu pihak (masyarakat atau pemerintah). Ini adalah konsekuensi dari sebuah kebijakan, dan tidak semua masyarakat juga memiliki kesadaran penuh pentingnya membayar iuran demi kemaslahatan bersama,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, iuran BPJS Kesehatan dipastikan mengalami kenaikan setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober 2019.

Dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut, terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat.

Pertama, kategori peserta bantuan iuran (PBI) yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp42.000 berlaku 1 Agustus 2019.

PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000 per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus sampai 31 Desember 2019.

BACA JUGA:  Bayi Kembar Siam Dempet Berhasil Dipisahkan RS Adam Malik: Brian Selamat, Drian Meninggal

Kedua, kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Peserta PPU tingkat pusat merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota DPR, ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019.

Sedangkan peserta PPU tingkat daerah, merupakan kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, ASN daerah, kepala dan perangkat desa hingga pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Januari 2020.

Dalam kategori ini, batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta, dengan komposisi 5 persen dari gaji atau upah per bulan dan dibayar dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.

Ketiga, iuran untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai 1 Januari 2020 mengalami kenaikan. Antara lain, Kelas III menjadi Rp42.000, Kelas II menjadi Rp110.000, dan Kelas I menjadi Rp160.000. (*)

Konten Terkait

Dinkes Sumut Kampanyekan 3 M pada HKN ke 56

Editor Prosumut.com

Satgas Gugus COVID-19 Langkat Terus Bersiaga

admin2@prosumut

Terkait Penanganan Covid-19, Sumut Masih Butuh 350 Tenaga Medis

admin2@prosumut

BOR Covid-19 Sumut Turun Drastis, Kini 5,81 Persen

Editor prosumut.com

Warga Asahan Tinggal di Medan, Positif Covid-19

admin2@prosumut

Sudah 400 Orang Meninggal di Sumut Akibat Covid-19

Editor Prosumut.com
PROSUMUT
Inspirasi Sumatera Utara