PROSUMUT – Liga 1 2018 resmi berakhir. Selama kurang lebih 9 bulan, sebanyak 18 tim bersaing untuk menjadi yang terbaik. Persija Jakarta sukses keluar sebagai juara liga usai menanti selama 17 tahun.
Namun, jangan lupakan juga 3 tim yang harus terdegradasi ke Liga 2.
Ketiga tim tersebut yakni Mitra Kukar, Sriwijaya FC, dan PSMS Medan. Si Naga Mekes – julukan Mitra Kukar, mengakhiri musim Liga 1 2018 di posisi 16. Klub yang bermarkas di Stadion Aji Imbut tersebut mengakhiri musim dengan catatan 12 kemenangan, 3 imbang, dan 19 kali kalah. Koleksi poin mereka di klasemen akhir yakni 39 poin.
Sementara di posisi 17 ada Sriwijaya FC. Elang Andalas sejatinya menjadi salah satu klub yang digadang-gadang bakal berbicara banyak di Liga 1 musim ini. Nama-nama tenar seperti Makan Konate, Hamka Hamzah, hingga Esteban Viscarra didatangkan di awal musim.
Sayangnya mereka gagal memenuhi ekspektasi dan hanya mencatat 11 kemenangan, 6 hasil imbang, dan 17 kali kalah.
Sementara PSMS Medan berada di posisi paling buncit di klasemen Liga 1 musim ini. Ayam Kinantan tak mampu berbicara banyak, dan mengepak 11 kemenangan, 4 imbang, dan 19 kekalahan musim ini. Total poin yang dikumpulkan PSMS hingga akhir musim yakni 37 poin.
Tiga klub gugur, tiga lainnya naik kasta ke Liga 1 musim depan: PSS Sleman, Semen Padang, dan Kalteng Putra. PSS Sleman keluar sebagai juara Liga 2 usai membekap Semen Padang 2-0 di laga final.
Semen Padang lalu sukses memenangkan laga playoff promosi melawan Persita dengan agregat 3-2. Sementara Kalteng Putra, runner-up wilayah timur Liga 2 2018, dipastikan promosi usai mengalahkan Persita Tanggerang pada laga perebutan tempat ketiga.
Para fans fanatik “Ayam Kinantan” diliputi kesedihan yang mendalam begitu PSMS dibantai 1- 5 oleh PSM Makassar. Kendati sinyal buruk untuk turun ke kasta Divisi Utama itu sudah terbaca sejak kekalahan telak dari Persisam Samarinda.
Dalam sejarahnya PSMS Medan adalah salah satu tim raksasa dalam percaturan Liga Indonesia. Berbagai prestasi pernah ditorehkan oleh anak-anak Medan yang ditunjang oleh para pemain berkualitas seperti Saktiawan Sinaga, Markus Horison, dan Supardi.
Pemain-pemain tersebut bahkan telah menjadi tulang punggung bagi Timnas Indonesia untuk beberapa tahun. Bahkan dari PSMS Medan-lah, lahir penjaga gawang legendaris bernama Ronny Paslah yang pernah mendapatkan julukan macan tutul.
Bahkan di Liga 1 musim ini, PSMS Medan masih tetap mampu menyumbangkan satu pemain berbakat untuk Timnas Indonesia. Kali ini bakat besar itu datang dari bek kiri, Firza Andika yang sempat menjadi tulang punggung Timnas Indonesia U-19.
PSMS Medan adalah salah satu tim yang sarat akan prestasi karena suda eksis sejak era perserikatan dengan sejumlah prestasi yang membanggakan. Bahkan kekuatan PSMS Medan tidak berkurang meski sudah memasuki era Liga Indonesia.
Tercatat, PSMS Medan pernah mencapai semifinal Piala Indonesia 2005 yang saat itu harus dihentikan langkahnya oleh Persija Jakarta. Bahkan PSMS Medan pernah mencatatkan dirinya sebagai finalis Liga Indonesia musim 2007.
Kala itu PSMS harus kalah dari Sriwijaya FC dalam laga final yang bertajuk all Sumatera Final. Itu membuktikan kalau PSMS Medan sebagai salah satu kekuatan utama di Pulau Sumatera bersama Sriwijaya FC.
Bisa dikatakan PSMS Medan adalah salah tim yang miliki ciri khas dalam gaya permainan di Liga 1 Indonesia. Gaya permainan rap-rap merupakan suatu ciri khas dari PSMS Medan yang jika terdegradasi, tidak ada lagi tim di Liga 1 yang akan bermain seperti itu.
Sekilas gaya rap-rap milik PSMS Medan ini mirip dengan gegen pressing ala Jurgen Klopp bersama Liverpool. PSMS Medan dan Liverpool sama-sama menerapkan pressing yang sangat ketat kepada lawannya sejak di daerah pertahanannya.
Hanya saja PSMS Medan bermain lebih lugas sehingga tak jarang rap-rap lebih banyak diasosiasikan dengan permainan keras yang menjurus ke arah kasar.
Tapi bagi Legimin Raharjo yang merupakan veteran di PSMS Medan, rap-rap bukanlah gaya permainan kasar, melainkan semangat pemain yang berapi-api. (edo)