PROSUMUT – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengungkap 422 kasus penyelundupan barang mewah dengan modus jasa titipan (jastip) yang masuk via Bandara Soekarno-Hatta.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi modus jastip tersebut dilakukan oleh satu orang dengan cara membiayai perjalanan orang-orang ke luar negeri untuk membeli barang-barang mewah.
“Jadi barangnya dimiliki oleh satu orang. Dia biayai orang-orang untuk berangkat dan membeli barang yang kemudian dipecah (splitting) dalam beberapa koper,” kata Heru saat memberikan keterangan pers di Kantor Bea dan Cukai, Jakarta, Jumat 27 September 2019.
Heru melanjutkan, barang tersebut dimasukkan lewat barang penumpang, sehingga seolah-olah barang selundupan tersebut adalah barang milik pribadi.
“Ini strategi mereka untuk menghindari bea masuk barang impor dan bea cukai,” ujarnya.
Heru mengungkapkann, dari 422 kasus tersebut potensi kerugian negara sebesar Rp4 miliar.
Barang-barang yang kerap diselundupkan berupa pakaian, tas, sepatu, perhiasan, kosmetik, dan telepon seluler.
“Penerbangan yang paling sering datang dari Bangkok, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia,” ucapnya.
Heru juga menjelaskan, modus memecah barang dalam koper tersebut untuk menghindari Peraturan Menteri Keuangan 203/2017 yang mengatur batas nilai barang impor maksimal sebesar US$500 per penumpang.
“Tapi apakah barang-barang yang masuk itu di bawah US$500? Tidak, dia lebih besar, karena memang digunakan untuk dijual kembali,” tuturnya.
Untuk itu, lanjut Heru, pembawa barang diwajibkan untuk melunasi bea masuk dan cukai barang terlebih dahulu sesuai besaran yang harus dibayar, agar barang yang dibawa bisa diambil.
“Sekarang barangnya masih ditahan di Bandara Soetta, kalau mau bebas mereka diwajibkan untuk membayar sesuai prosedur terlebih dahulu,” ucapnya.
Heru juga mengungkapkan, lapangan bermain bisnis jasa titip barang tersebut menggunakan sosial media sebagai saluran mencari pelanggannya.
“Jadi sistemnya mereka buka pre order (po) dengan membuka penitipan barang dari orang-orang yang datang dari luar negeri,” jelasnya.
Modus operandi dengan memecah barang tersebut, menggenapi cara-cara yang dilakukan pengusaha barang impor untuk menghindari pajak.
Sebelumnya, kata Heru, spliting dilakukan melalui barang kiriman. Sekarang melalui barang penumpang.
Namun, kata Heru, program anti splitting sudah diterapkan sesuai PMK 112/2018 dengan dokumen pengiriman barang atau consignment notes.
Hingga September 2019, Bea Cukai telah berhasil mengeluarkan 140.863 consignment notes dan menyelamatkan kerugian negara mencapai Rp28,05 miliar.
“Lebih besar dari tahun lalu yang hanya Rp4 miliar,” katanya.
Sementara itu, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Deni Surjantoro mengungkapkan secara nasional angka pelanggaran yang masuk via bandara-bandara di Indonesia mencapai 600 kasus.
“Sebetulnya berada di angka 600 karena Soetta paling besar atau the main airport, yang lain kan enggak terlalu besar untuk traffic international flight, jadi sekitar 600-500 untuk 2019,” ucapnya. (*)