PROSUMUT – Mantan Seketretaris Kementerian BUMN, Said Didu mencurigai maraknya direksi dari perusahaan pelat merah yang terjerat kasus korupsi, dilatari beban tambahan di luar tanggung jawab atau ongkos politik.
Sehingga menurutnya, muncul keinginan dari beberapa orang di lingkungan BUMN itu menggunakan pelbagai cara demi memenuhi ongkos politik tersebut.
Pernyataan Said Didu itu menanggapi perkara rasuah yang baru-baru ini membelit sejumlah direksi BUMN.
Yang terbaru, Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Agussalam yang ditangkap KPK atas dugaan terlibat suap proyek.
“Coba Dirut PLN kurang apalagi, Garuda yang kemarin laporan keuangan, macam-macam. Jadi menurut saya ada dua kemungkinan memang ada beban di luar tanggung jawab beban tambahan, beban cost politik, karena orang-orang baik, atau memang dicari orang bisa merealisasikan cost politik,” kata Said Didu saat dihubungi pada Kamis 1 Agustus 2019 dilansir Detikfinance.
“Ada istilah Bu Menteri sekarang kalau tidak sejalan diberhentikan. Perlu dipertanyakan istilah sejalan yang dimaksud Bu Menteri dengan kasus bertubi-tubi ini, apakah seleksinya betul mencari orang sejalan aja,” tambahnya.
Said mencontohkan, ongkos politik itu seperti gelaran ulang tahun BUMN yang dilakukan berulang.
Kemudian, BUMN menyiapkan semua keperluan atau jadi tuan rumah saat kunjungan Presiden. Menurut Said, hal seperti itu tidak masuk dalam anggaran BUMN.
“Kalau ada acara kunjungan Presiden selalu menjadi tuan rumah dan membiayai. Itu nggak mungkin anggaran seperti itu di dalam anggaran BUMN, RKAP nggak mungkin dianggarkan berarti harus mencari sumber lain untuk membiayai itu,” jelasnya.
Said pun kemudian menyindir anggaran tambahan itu sebagai biaya `selfie` Menteri BUMN.
“Acara ulang tahun nggak mungkin di BUMN, karena itu jadi biaya pesta pora BUMN selama ini. Biaya selfie-selfie Menteri BUMN contoh biaya politik. Contoh paling kecil biaya selfie setiap acara ulang tahun, yang lain macam-macam,” tutup Said Didu. (*)