PROSUMUT – Bagi masyarakat Perkampungan atau Asrama Korem di Kecamatan Binjai Timur, tentu tak asing ketika mendengar nama Edi Suranta Sinulingga. Ya, Edi yang kini menjadi seorang ayah 2 anak itu sekarang menjabat Kapolres Langkat.
Perwira berpangkat AKBP itu, lahir di Kota Binjai. Besar di sebuah rumah beralamat, Gang Sempurna Kelurahan Tunggurono Kecamatan Binjai Timur.
“Saya SD di Perkampungan Korem. Dulu di situ sekolahnya ada 2. Saya SD 020275. Bersyukur saya sekarang ini, kenapa? Karena SD saya menjadi salah satu sekolah unggulan yang ada di Kota Binjai. Saya sangat bersyukur,” papar Edi dalam perkenalannya saat silaturahim dengan insan pers yang tergabung dalam PWI Kabupaten Langkat, Kamis 19 Maret 2020.
Lulus SD, ia melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Binjai. “Ketua PWI (Hery Putra Ginting) ini adek kelas saya,” katanya.
Ayah Edi merupakan seorang polisi, pernah bertugas di Kabupaten Langkat dan Kota Binjai. Ia bersaudara sebanyak 8 orang. “Hidup saya di Binjai dan lahir di Binjai. Bahkan belajar dan bermain di era 96 dan 97, saya di Binjai,” ujarnya.
Sebelum menjadi Taruna jebolan Akpol 2000, Edi pernah mengalami masa-masa hidup sulit. Bukan tanggung, mantan Kapolres Batang Polda Jawa Tengah itu pernah menjadi seorang kernet angkutan umum.
Dan bahkan, menjadi seorang kuli bangunan. “Itu saya lakukan karena hanya ingin beli membeli rokok,” katanya yang disambut senyum, tertawa kecil dan tepuk tangan dari kalangan wartawan.
“Tapi ini bener. Saya menceritakan apa adanya saja. Semoga dengan saya cerita ini, dapat dipetik pembelajaran untuk ketika semua. Dilanjut ini ya,” serunya.
Diantara tahun 1996 dan 1997, Kamtibmas di Kota Medan tepatnya Medan Mall, tidak begitu kondusif. Jantung Edi saja berdegup kencang. “Sport jantung. Makanya saya selalu simpan balok (kayu), untuk jaga-jaga,” kenangnya.
“Saya jadi kernet angkot diajak abang-abangan. Ya saya ikuti karena ingin membeli rokok tadi,” katanya.
Setengah tahun dijalaninya menjadi kernet angkot. Saat itu, ia merenungi kehidupan sulit tersebut. Menurutnya, sang ayah seorang polisi yang baik. Tidak memiliki kehidupan mewah.
“Ternyata susah cari duit. Menurut kami, bapak saya seorang polisi yang baik, yang berusaha menjaga hati dan nuraninya,” tambahnya.
Setelahnya, ia memutuskan berhenti jadi kernet angkot. Dia pun bercita-cita masuk Akabri. “Karena saat itu masih Akabri,” katanya.
Ia pun rutin berolahraga. Bahkan, sehari saja bisa dua kali ia berlari demi menggapai cita-citanya.
“Pagi saya sudah mulai lari jam setengah 5. Sorenya, jam 3 lari lagi,” katanya.
Saban sore, Edi berolahraga lari di Lapangan Mako Yon Arhanud. Pernah suatu ketika, prajurit Arhanud mencibirnya.
“Woi, kau gila tentara ya, cuma bisanya lari-lari saja. Mending kayak kami, tentara gila,” katanya mengenang kalimat cibiran tersebut.
Ia tak peduli nyinyiran itu. Bahkan, itu dianggapnya menjadi motivasi. Singkat cerita, motivasi itu mengantarkannya menjadi seorang Taruna Akpol.
Lulus Akpol, Edi menjadi seorang personel Satuan Elit, Brimob. “17 tahun saya di Koorbrimob Polri, sudah melanglang buana. Saya asli orang sini, saya cuma ingin titip diri tolong bantu saya berkaitan dengan keamanan, dinamika, sosial masyarakat dan anggota Polri. Silahkan ngomong kepada saya jika ada masalah. Saya percaya, semua dapat dikomunikasikan. Wartawan adalah kekuatan buat Polri sekaligus mitra dalam kondisi apapun. Buat saya, wartawan itu teman,” tutupnya. (*)