PROSUMUT – Putri ketiga Soekarno, yakni Rachmawati Soekarnoputri membahas kasus makar yang dituduhkan kepada Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zein serta Advokat 212 Eggi Sudjana.
Ia merasa heran mengapa pererintah mudah sekali menuduh orang makar hanya karena berbicara tentang people power.
Rahmawati menyebut yang lebih pantas disebut malar adalah tindakan yang pernah dilakukan Megawati Soekarno Putri pada masa pemerintahan Gus Dur.
“Kalau mau bicara secara objektif, yang disebut makar itu adalah Megawati Soekarnoputri ketika Gus Dur memerintah. Gus Dur sudah mengatakan memilih Chaeruddin Ismail sebagai Kapolri, tapi Megawati melakukan insubordinasi pembangkangan terhadap Presiden,” katanya dilansir dari Wowkeren, Selasa 14 Mei 2019.
Namun, kata dia, pada saat itu Megawati malah memilih sendiri Kapolri yakni Bimantoro (Surojo Bimantor). Dan Mega juga sempat memecahbelah TNI-Polri.
“Kemudian dia pecah belah lagi TNI-Polri. Moncongnya yang namanya Jenderal Ryamizard sebagai KSAD. Saya ingat sekali saya ada di Istana sama Gus Dur itu moncongnya sudah diarahkan ke Istana. Itu yang namanya makar unsurnya masuk, menggunakan kekuatan bersenjata, sedangkan kami ini apa?” lanjutnya.
Menurut dia jika hanya pengajuan untuk perubahan ketatanegaraan seharusnya tidak bisa dipidana.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itupun mempertanyakan sikap TNI-Polri dalam merespon kasus makar Megawati.
“Megawati gimana itu? Saya mau tanya itu ahli hukum. Bagaimana itu TNI-Polri menyikapi Mega?” tanya Rachmawati.
Selain Mega, ia juga menyoroti “hilangnya” kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada adiknya, Sukmawati Soekarnoputri.
Diketahui, Sukmawati sempat dilaporkan atas penistaan agama, namun kasusnya dihentikan.
“Kedua saudara saya juga Sukmawati melakukan penghinaan terhadap agama, kenapa dia enggak diproses, tahu-tahu sudah di SP-3. Coba, mana keadilannya,” katanya.
Ia pun tidak mengerti dengan pemerintah yang seolah panik ketika dikritik.
“Jadi saya bingung kok dikit-dikit orang makar, orang bicara people power makar, itu hak kedaulatan rakyat. Mosok rakyat harus bungkam dengan keadaan kemiskinan, pengangguran, kita kena segala macam musibah, yang namanya utang-piutang begitu banyak sekali kok enggak boleh, melakukan semacam, kalau orang di jalanan itu curhat. Kalau kita mau elitis ya kritik, gitu kan ya. Kenapa belum apa-apa sudah dikatakan makar?” katanya lagi. (*)